SIAK SRI INDRAPURA - Sidang perkara pemalsuan SK Menhut nomor 17/Kpts.II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) dengan terdakwa Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan eks Kabag Pertanahan /Kadishutbun Siak Teten Effendi kembali digelar Selasa (21/5/2019) di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Siak.

Teten Efendi yang merupakan eks Kabag Pertanahan /Kadishutbun Siak ini menjadi yang pertama memberikan keterangan dari pertanyaan-pertanyaan JPU dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim ketua Roza El Afrina didampingi 2 hakim anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular.

Dari sejumlah pertanyaan terkait data dan mekanisme hingga terbitnya izin lokasi yang dilontarkan JPU, Teten mengaku saat itu dirinya masih Kabid Pengukuran Lahan hanya mendapat disposisi sesuai hirarki yang ada yakni dari Bupati Siak kala itu dan pimpinannya (Kepala Dinas).

"Saya tidak tahu kenapa saya dituduhkan memalsukan surat atau SK Menteri, padahal saya mengikuti proses dengan dasar SK Menteri Kehutanan tersebut dan disposisi dari Bupati Siak," kata Teten dalam persidangan itu.

Teten yang tak menampik dirinya pernah diperiksa di Polda Riau sebanyak 4 kali ini dalam persidangan tetap memberikan keterangan yang sama sesuai dengan BAP penyidik Polda Riau. "Sebagai bawahan saya merespon dan meneruskan disposisi ini kepada Kepala Dinas," terangnya lagi.

Agar tidak salah langkah dalam menjalankan profesionalismenya dalam bekerja, Teten juga mengaku mendatangi pihak Dirjen Kehutanan untuk melakukan kordinasi terhadap permohonan PT DSI.

"Saya mau tahu juga bagaimana struktur surat ini bisa keluar, karena kebetulan saat itu jabatan saya membidangi pengukuran lahan. Saya lakukan kordinasi dengan Dirjen Kehutanan sebelum proses pengukuran," sebutnya lagi. 

Selanjutnya, Teten mengaku tidak sendiri dalam proses pemberian rekomendasi izin lokasi untuk PT DSI. Ada tim verifikasi yang dibentuk dengan berisikan 6 orang anggota.

"Ada 5 kali tim turun tim melakukan survey di lahan seluas 13 ribu hektar. Hasil temuan itu dirangkum dalam bentuk laporan yang ditujukan untuk Bupati dan tim sendiri, semua anggota tim mengetahui mengetahui isi laporan tersebut dan ditandatangani bersama," terangnya.

Diakhir keterangannya, Teten mengaku tidak pernah merubah nomor atau hal lainnya dari isi SK Menhut nomor 17/Kpts.II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan (PKH). "Perkara ini terjadi karena ada 2 legalitas kepemilikan tanah. Makanya timbul konflik," tutupnya.

Sebelum lanjut dengan keterangan terdakwa Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi, Majlis Hakim menskors sidang selama 15 menit untuk melaksanakan salat zuhur bagi muslim.

Suratno yang katanya Lulusan universitas Australia ini ketika diberikan beberapa pertanyaan oleh JPU lebih banyak menjawab tidak tahu. Ia bahkan tidak paham dampak dari surat-surat yang ia tanda tangani sebagai komisaris PT DSI kala itu.

"Saya hanya tahu secara struktur kalau saya ada di PT DSI. Saya melakukan kegiatan pasif, artinya ketika diberikan berkas untuk ditandatangani, maka saya tanda tangani," katanya sembari menambahkan tidak membaca terlebih dahulu surat-surat yang ditandatangani tersebut.

Suratno mengaku pernah menandatangani surat permohonan izin lokasi setelah mendapat kuasa dari sang Ibu yakni Meriyani yang merupakan Dirut PT DSI.

Suratno dalam persidangan itu mencoba menjelaskan bahwa saat awal permohonan izin lokasi itu diajukan, dirinya tidak menetap di Kabupaten Siak dan masih berstatus pelajar SMA di Kota Pekanbaru. Bahkan setelah lulus SMA ia melanjutkan pendidikan ke Australia sehingga tidak banyak mengetahui tentang aktivitas PT DSI ini.

"Ketika saya balik ke Indonesia beberapa hari, ada Ahli Bakat yang mengantarkan surat kepada saya untuk ditandatangani. Saya hanya melihat dan tahu isinya lalu tanda tangan, tapi tidak paham dengan tujuannya," sebutnya lagi.

Dari sekian banyak pertanyaan yang diajukan JPU, 90 persennya Suratno menjawab tidak tahu dan tidak ingat. Sehingga tidak banyak keterangan yang dapat diperoleh dari terdakwa Suratno, meskipun dalam BAPnya saat pemeriksaan penyidik, Suratno dapat memberikan keterangan dengan lengkap.

Bahkan dengan jawaban yang melulu tidak tahu, lupa, dan tidak paham itu, Ketua Majlis Hakim menanyakan kesehatan Suratno dan apakah sidang bisa tetap dilanjutkan. "Apakah saudara dalam keadaab sehat dan siap diperiksa," kata Ketua Hakim. "Siap, saya sehat," jawab Suratno. 

Beberapa kali JPU juga memperlihatkan surat-surat yang pernah ditandatangani Suratno dan menjadi bahan bukti di persidangan. Lagi-lagi, Suratno menjawab tidak tahu dan lupa.

Dalam sidang ini, PH terdakwa juga menghadirkan saksi baru yakni Pensiunan dari Kementrian Lingkungan Hidup serta Saksi Ahli dari Universitas Islam Riau. Mereka dimintai keterangan setelah Suratno. ***