JAKARTA - Aktivis Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar tak banyak komentar menyusul polemik perpindahan TPS ribuan Mahasiswa di DIY dan dugaan tekanan ketidaknetralan jajaran Polri di Garut, Jawa Barat.

"Banyak juga ya masalah di Republik ini!" ujar Haris, Selasa (02/04/2019).

Seperti diketahui, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XVII/2019, ribuan mahasiswa DIY yang bukan berasal dari DIY, dikabarkan terancam Golput karena tidak bisa mengurus formulir A5 untuk kepindahan lokasi mencoblos dari TPS daerah asal ke TPS daerah tinggal di sekitaran kampus.

Dalam pertimbangan putusan itu, MK menjelaskan, bagi pemilih yang terdaftar di DPT namun terkendala memilih di TPS asalnya karena; sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara, bisa mengurus perpindahan TPS sebelum H-7 pencoblosan. Adapun untuk pemilih di luar kategori itu diberlakukan masa perpindahan sebelum H-30 pencoblosan.

Putusan MK itu terkait dengan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7/2017 (UU Pemilu) terhadap UUD 1945 dengan pemohon; Titi Anggraini (Direktur Eksekutif), Hadar Nafis Gumay (Pendiri NETGRIT), Feri Amsari (Direktur PUSaKO Fak. Hukum Univ. Andalas), Augus Hendy (binaan Lapas Tangerang), A. Murogi Bin Sabar (binaan Lapas Tangerang), Muhamad Nurul Huda (karyawan swasta), dan Sutrisno (karyawan swasta).

Sebelumnya, pasal 222 UU Pemilu ini yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) juga pernah diajukan ke MK dan ditolak.

Di sisi lain, ada juga masalah dugaan dugaan pelanggaran netralitas Polri dalam Pemilu 2019 yang menyeret nama Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna dengan pelapor mantan Kapolsek Pasir Wangi, AKP Sulman Aziz.

Haris yang juga pendiri Lokataru.id dan mengadvokasi Sulman, kemudian terheran-heran karena Sulman meralat keterangannya usai menyambangi Polda Jabar kemarin.

"Setelah dia (Sulman) datang ternyata dia sudah ditemui oleh banyak pihak. Ditemui, banyak pejabat di Polda Jabar. Nah itu, saya cuma dapat infonya seperti itu. Terus akhirnya dia bilang saya harus mencabut statement saya, gitu," ujar Haris, Selasa (2/4/2019).

Cakupan data Haris terkait dugaan pelanggaran netralitas Polri itu juga lengkap dengan pemetaan data pendudukung Paslon Pilpres 01 dan 02 di tiap wilayah, yang konon akan dilaporkan resmi ke Ombudsman. Soal ini, Haris juga belum mengungkap perkembangannya.

Persoalan lain terkait dengan integritas penegak hukum, adanya dugaan kebohongan publik yang dilakukan Kajati DKI Jakarta, Warih Sadono soal pertemuan dan bincang dari hati ke hati dengan klien Haris, Chuck Suryosumpeno terkait kasus Jatinegara Indah.

"Kenapa kalian masih takut dengan Chuck; Jaksa berprestasi yang berhasil menyetorkan triliunan rupiah ke kas negara?" kata Haris 27 Ferbruari 2019 lalu.

Mengecek laman daring lokataru, memang tidak sedikit permasalahan yang tengah menjadi sorotan Haris dan kawan-kawan. Ada, persoalan tani yang berbuah Maklumat Petani Peternak Indonesia 2019 kepada Negara, persoalan masyarakat adat di Sumba Timur, pertanggungjawaban Presiden dan KPK dalam kasus Penyiraman Air Keras pada Novel Baswedan, minimnya pemenuhan hak atas informasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, dll.***