JAKARTA - Setelah erupsi yang menyebabkan longsoran bawah laut hingga tsunami di pantai-pantai Selat Sunda, Sabtu (22/12), Gunung Anak Krakatau masih belum menunjukkan ketenangannya. Hingga kini, letusan-letusan terus terjadi.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, masih ada potensi tsunami susulan di daerah tersebut. Namun terkait waktunya, belum bisa dipastikan.

"Hampir tiap hari erupsi. Tapi apakah erupsi pasti akan menyebabkan longsor bawah laut kemudian memicu tsunami, potensi memang ada. Tapi kapan tidak bisa dipastikan. Nanti BMKG dan Badan Geologi yang menangani hal itu," ujarnya saat ditemui di kantor BNPB, Selasa (25/12).

Menurutnya, erupsi Anak Krakatau mulai intens sejak Juni 2018 sampai sekarang. Gunung api itu melontarkan lava pijar serta abu vulkanik terus menerus. Sehingga, radius 2 kilometer dari puncak kawah ditetapkan jadi zona berbahaya selama status waspada ini.

"Masih (beraktivitas), status masih waspada, erupsi masih ada," kata dia.

Lantaran wujudnya masih kecil, Anak Krakatau disebut masih dalam masa pertumbuhan. Gunung akan bertambah tinggi dengan meletus. "Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun," tandasnya.

Berdasarkan rekomendasi BMKG, masyarakat masih dilarang melakukan aktivitas dalam radius 2 kilometer dari puncak kawah. Meski ada imbauan tersebut, letusan Anak Krakatau tidak mengganggu pelayaran dan penerbangan di sekitarnya.

"Erupsi di anak gunung tak mengganggu pelayaran di Selat Sunda atau penerbangan di atas gunung," tegas Sutopo. ***