SELATPANJANG - Pakar lingkungan DR Elviriadi SPi MSi menyebutkan penghentian penyidikan terhadap belasan perusahaan yang disinyalir jadi biang asap Riau pada 2015 lalu oleh Polda Riau perlu dilawan. Masyarakat Riau sudah seharusnya bersatu untuk melawan keputusan yang dianggap sangat tidak adil ini.

Kata Elviriadi, jauh sebelum terbitnya SP3 terhadap kasus belasan perusahaan yang disinyalir biang asap Riau tahun 2015 itu sudah diprediksi. Masyarakat Riau pun diminta untuk tidak kaget atas keputusan tersebut. Sebab, pada tahun 2011 lalu pun, seingat dirinya Polda Riau pun pernah men-SP3 kan penyidikan belasan perusahaan.

Dikatakan Elviriadi juga, Senin (18/7/2016) lalu Ia secara implisit telah mengatakan ke publik bahwa negara sejak Orde Baru sampai saat ini tunduk pada kekuatan penggasak ekosistem (ecocide). Dimana, tambah Elviriadi, dalam bahasa pakar UU Hamidy, ini konstelasi 3 lawan 1 dimana Konglomerat, Birokrat, dan Aparat (hukum) melawan rakyat sendiri. Atau dalam ungkapan yang terkenal di era 80-an Riau sebagai padang perburuan.

"Kalau dulu 3 lawan 1 hasilnya eksploitasi migas dan peluluhlantakan ekosistem sehingga orang Riau hidup dalam limbah dan tak bermarwah. Maka, tahun 2016 ini 3 lawan 1 menghasilkan asap kuning. Selamat menikmati asap kuning," ujar laki-laki bertubuh tambun ini, Rabu (20/7/2016).

"Asap kuning itu disebabkan kadar logam berbahaya yang berada di bawah kedalaman 3 meter kelak terbakar. Jadi sah lah bumi lancang berwarna kuning," tambahnya lagi.

Disampaikan Elviriadi lagi, Ia melihat pemerintah Jokowi-JK belum memprioritaskan agenda tegas mengakhiri kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) karena tekanan masyarakat luar jawa terdampak asap masih jauh kalah dibanding isu pragmatise kekuasaan yang digelembungkan politikus nasional. Jadi, negara dinilai memang tidak mau berurusan dengan owner perusahaan pembakar lahan tersebut. "Makanya penyidik Polda Riau menendang bola panas tu jauh-jauh, salah satu yang paling aman SP3 kan saja," kata Elviriadi lagi.

Masih menurut Elviriadi, saat ini telah nyata kerusakan di darat dan lautan akibat ulah tangan manusia-manusia yang tak terorganisir alias pribadi atau masyarakat pembuka kebun dengan kearifan lokal (membakar) langsung tangkap, dan didemonstrasikan sebagai sukses luar biasa. Tetapi, pembakar yang terorganisir, sistematis, merenggut nyawa, dan sejak dulu memporak porandakan hutan tanah melayu malah bebas berlenggang.

"Jadi, saya kira spirit reformasi belum menyentuh bidang lingkungan dan kehutanan. Tapi semuanya belum terlambat, saatnya masyarakat Riau bersatu melawan ketidak adilan ini. Hati-hati disusupi ilmuan pelacur, diam ketika hukum lingkungan terkubur, yang penting kantongnya tumbuh subur," kata Elvi mengakhiri pembicaraan dengan GoRiau. ***