JAKARTA -- Sebagian besar masjid utama di Kota Srinagar, Kashmir, India, ditutup pemerintah India sejak dua tahun lalu. Namun, ini tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19.

Sebagian besar masjid utama di Srinagar, kota terbesar di Kashmir itu ditutup di tengah-tengah perselisihan sengit antara pihak berwenang India dan warga Muslim Kashmir.

Dikutip dari Liputan6.com yang melansir laman VOA Indonesia, Selasa (28/12/2021), Masjid Jamia yang usianya ratusan tahun tampak menonjol di kawasan permukiman sekitarnya di Srinagar, dengan gerbang utamanya yang megah dan menara-menara besarnya.

Bangunan yang terbuat dari batu bata dan kayu ini adalah satu di antara masjid tertua di kota berpenduduk 1,2 juta, yang 96 persennya adalah Muslim itu.

Masjid Jamia yang berdiri di Nowhatta di tengah Kota Tua, Srinagar, dibangun Sultan Sikandar pada 1394 M dan selesai pada 1402 M, atas perintah Mir Mohammad Hamadani, putra Mir Sayyid Ali Hamadani.

Dengan 378 pilar kayu, masjid ini dapat menampung 33 ribu jamaah. Pada acara-acara khusus selama bertahun-tahun, ratusan ribu Muslim juga memenuhi jalur dan jalan-jalan di sekitarnya untuk mengikuti shalat yang diselenggarakan masjid tersebut.

Namun, pihak berwenang India menganggap masjid itu sebagai tempat munculnya masalah – menjadi pusat protes dan bentrokan yang menentang kedaulatan India atas wilayah Kashmir yang disengketakan. 

GoRiau Seorang Muslim berdoa di Masji
Seorang Muslim berdoa di Masjid Jamia di Srinagar pada bulan suci Ramadhan (20/4/2021). (afp/ tauseef mustafa/liputan6.com)

Bagi Muslim Kashmir, selain sebagai tempat suci di mana mereka melakukan shalat Jumat, masjid uga tempat menyuarakan hak-hak politik mereka.

Di tengah-tengah ketegangan tersebut, masjid ini hampir sebagian besar ditutup selama dua tahun terakhir.

Imam besar masjid itu telah ditahan di rumahnya hampir tanpa henti selama periode itu. Gerbang utama masjid digembok dan ditutup dengan lembaran-lembaran seng gelombang.

Penutupan masjid memperdalam kemarahan warga Muslim Kashmir. Bashir Ahmed (65), pensiunan pegawai negeri, yang terbiasa shalat di masjid itu selama lima dekade lebih mengatakan, ''Saya merasa tidak nyaman. Ada sesuatu yang hilang, jauh di dalam lubuk hati saya.''

Pihak berwenang India menolak berkomentar mengenai pembatasan di masjid itu meskipun Associated Press telah berulang kali mengajukan permintaan komentar.

Pada masa lalu, para pejabat mengatakan pemerintah terpaksa menutup masjid Jamia karena komite pengelolanya tidak mampu menghentikan protes anti-India di lingkungan tersebut.

Penutupan masjid berusia 600 tahun ini berlangsung dalam penindakan keras yang dimulai pada 2019 setelah pemerintah mencabut status semiotonom yang telah lama disandang Kashmir.

Ditutup Tiap Jumat

Belakangan, sebagian masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya di kawasan itu – yang juga ditutup karena penindakan keras keamanan dan pandemi yang mengikutinya – telah diizinkan untuk memberikan layanan keagamaan. Namun, Masjid Jamia masih tetap tertutup bagi jamaah yang ingin shalat Jumat.

Pihak berwenang mengizinkan masjid itu tetap buka pada enam hari lainnya, tetapi hanya beberapa ratus jamaah yang berkumpul di sana ketika itu, dibandingkan dengan puluhan ribu orang yang kerap datang untuk shalat Jumat.

Kebebasan beragama dicantumkan dalam konstitusi India, mengizinkan warga untuk menganut dan secara bebas mempraktikkan ajaran agama mereka.

Konstitusi juga menyatakan negara tidak akan ''mendiskriminasi, menggurui atau mencampuri agama apa pun.''

Bagi Muslim di Kashmir, penutupan masjid itu membawa kenangan menyakitkan dari masa lalu.

Pada tahun 1819, penguasa Sikh menutupnya selama 21 tahun. Selama 15 tahun belakangan, masjid ini kerap mengalami larangan berkala dan penutupan oleh pemerintah-pemerintah India selanjutnya.

Tetapi pembatasan yang sekarang ini adalah yang paling serius sejak wilayah itu terbagi antara India dan Pakistan setelah kedua negara itu meraih kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947. Kedua negara itu mengklaim keseluruhan wilayah tersebut.***