SELATPANJANG - Robohnya turap pelabuhan camat disinyalir karena tidak sesuai dengan peruntukannya. Karena turap itu dialihfungsikan penggunaannya menjadi tempat sandaran kapal dan aktifitas bongkar muat barang.

Jembatan panjang yang dibangun pada zaman Bengkalis itu ambruk untuk keempat kalinya pada Sabtu (25/7/2020) sekira pukul 09:00 WIB. Tidak ada korban jiwa dan lebih kurang sepanjang 10 meter turap tersebut terjun kelaut.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kepulauan Meranti, Dr H Aready mengatakan sejak roboh yang ketiga kalinya pada Juli 2019 pihaknya sudah menutup akses dan operasional di Pelabuhan tersebut, bahkan retribusi disana pun sudah tidak dipungut lagi.

"Tak dapat nak cakap lagi, sejak roboh pada bulan Juli 2019 lalu kita melakukan rapat bersama KSOP, pihak kepolisian, operator kapal dan pihak terkait lainnya semua sepakat untuk menutup akses dan operasional di Turap Pelabuhan Camat itu. Kita sudah beberapa kali menghimbau dan melarang aktifitas disana, bahkan kita juga sudah menghentikan pungutan retribusinya," ujar Arready.

Dikatakan, berdasarkan pengamatan pihaknya bahwa kontruksi turap tersebut sudah tidak layak dan tidak aman untuk dijadikan sebagai tempat bongkar muat, sehingga tempat bongkar muat barang dialihkan ke tempat lain.

"Berdasarkan hasil evaluasi visual kita kontruksinya memang sudah tidak layak lagi dan dikhawatirkan roboh dan bisa menyebabkan korban jiwa. Waktu itu memang kita arahkan bongkar muat ke pelabuhan lain seperti Pelindo, Polairud, Posal dan pelabuhan Perikanan.Tetapi didalam prakteknya tidak bisa tertampung juga, sementara kebutuhan pokok kita kan sangat banyak, suplai logistik kita dari situ jadi mau tak mau kita pakai juga," ungkap Aready.

Untuk alternatif lainnya, Pemkab Kepulauan Meranti melalui Dinas Perhubungan juga telah menggesa KSOP untuk menyegerakan pembangunan pelabuhan di Dorak.

"Kita juga sudah minta ke KSOP untuk menyegerakan pembangunan pelabuhan di Dorak untuk bongkar muat. Disatu sisi kita melarang, namun disisi lain kita tak punya alternatif, semua pelabuhan yang kita tunjuk juga sudah padat dan operator kapal tidak menunggu terlalu lama," kata Arready.

Walaupun terkesan membiarkan karena tidak memiliki alternatif, petugas Dinas Perhubungan juga tetap ditugaskan untuk memantau kondisi pelabuhan tersebut.

"Kita sudah lakukan rapat bersama dan juga sudah dialihkan, ternyata pelaksanaan di lapangan tak bisa. Diibaratkan kalau kita tanggapi sama dengan membuka baju di dada. Mau tak mau dengan kerelaan hati dan tutup mata kita biarkan saja dulu. Yang penting petugas kita standby disana dan memantau jika ada gambaran akan roboh," katanya lagi.

Diungkapkan bahwa turap tersebut dibangun sejak zaman Kabupaten Bengkalis dan saat ini sudah menjadi aset Kabupaten Kepulauan Meranti yang diperuntukkan sebagai turap pemecah gelombang dan konsep pembangunan Water Front City, namun dalam perjalanannya malah dijadikan sebagai sandaran kapal dan tempat bongkar muat barang.

"Itu fungsi turap dalam rangka pembangunan Water Front City oleh Pemkab Bengkalis waktu Selatpanjang masih masuk dalam kawasannya sehingga setelah Kepulauan Meranti mekar, maka aset diserah terima menjadi aset Meranti," kata Arready.

"Tetapi pencatatannya itu karena dokumen-dokumen nya sebagian besar tidak kita miliki, sehingga pencatatan nilai buku asetnya agak susah kita menghitungnya. Secara de facto memang menjadi aset kita, tetapi secara de jure belum bisa kita melakukan penghitungan nilai evaluasi nya," pungkasnya.***