JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri kembali menyinggung Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang menurutnya kini sudah berbeda dari yang ia kenal.

Mega menilai sejumlah adat budaya warga Minangkabau seperti Ninik Mamak mulai tidak nampak lagi oleh warga Sumbar.

Mega mengaku pernah mempertanyakan kegelisahannya ini kepada Ahmad Syafii Maarif (Buya) tokoh Muhammadiyah sekaligus anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang juga pria kelahiran Sumatera Barat.

"Saya tanya kenapa sih Sumatera Barat menjadi berubah ya Buya? sudah tidak adakah yang namanya tradisi bermusyawarah mufakat oleh Ninik Mamak itu?" kata Megawati dalam peringatan hari ulang tahun ke-49 PDIP yang disiarkan melalui kanal Youtube PDI Perjuangan, Senin (10/1/2022).

Menurut Mega, Sumbar juga tidak lagi memiliki tokoh-tokoh nasional yang populer. Padahal, pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, Sumbar melahirkan banyak tokoh nasional. Presiden kelima Indonesia itu juga menyinggung daerah lain yang dinilai melupakan budaya-budaya kepemimpinan.

"Sekarang saya tanya saja sama orang di Sumatera Barat, rasanya kok kaya jadi sepi ya, begitu ya di sana. Seperti tadi saya katakan, Aceh saja banyak melupakan Sultanahnya, Sultanah lho, jadi Sultanah itu perempuan," lanjutnya.

Mega lantas mengutip sejumlah perkataan mendiang ayah yang merupakan Presiden Pertama Indonesia, Bung Karno, yang menyebutkan bahwa untuk masa-masa saat ini lebih mudah melawan penjajah ketimbang bangsa sendiri.

Ia kemudian meminta seluruh pihak untuk saling bahu membahu membangun Indonesia yang lebih baik, terutama mengedepankan asas gotong royong di tengah musibah bencana non-alam seperti pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu itu.

"Aduh apa yang disampaikan oleh Bung Karno tersebut kelihatannya nampak relevansinya," ujar Mega.

Pidato-pidato Mega yang menyinggung Sumbar tak hanya sekali diucapkan. Pada Webinar Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa 12 Agustus tahun lalu misalnya, Mega mengaku saat ia berkunjung ke Bukittinggi.

Di sana, ia melihat dan merasakan nuansa gotong royong dan nuansa tradisi keislaman yang amat kental.

Kendati begitu, masyarakat di sana menempatkan tokoh adat ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai (cerdik cendekia) sebagai unsur kepemimpinan di Minangkabau.

Tiga unsur itu disebut Tungku Tigo Sajarangan. Mengenang hal itu, Mega lantas mempertanyakan dimana sosok tokoh adat yang menjunjung musyawarah mufakat kala itu.

Dalam kesempatan kali itu, Mega juga merasa heran ketika ia dan putrinya, Puan Maharani jadi sasaran perundungan. Padahal, sepengetahuan Mega, di Sumbar terdapat konsep Bundo Kanduang atau pemimpin wanita di Minangkabau.

Perundungan itu sempat terjadi pada momen Pilkada Serentak 2020. Puan menuai kritik karena pernyataannya yang dianggap menyinggung Sumatera Barat. Saat itu Puan berharap Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila. ***