JAKARTA - Front Pembela Islam mendesak Presiden Joko Widodo memutus hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat sekaligus segera mengusir duta besar AS dari Indonesia.

Dari keterangan pers hari ini, desakan FPI itu merupakan tanggapan atas sikap Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.

"Front Pembela Islam menuntut Pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan segera mengusir Dubes AS dari Indonesia,” demikian tertulis dalam keterangan pers FPI.

FPI mengutuk keras tindakan Trump tersebut. Menurut mereka, sikap Trump tersebut merupakan pelanggaran atas Hukum Internasional. 

FPI menganggap Yerusalem sebagai wilayah yang seharusnya berada di bawah naungan PBB dan diberikan status hukum serta politik yang terpisah. Hal itu tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB nomor 181 tahun 1947.

“Resolusi ini juga memberikan mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka,” dikutip dari keterangan pers.

Sikap Trump juga disebut melanggar sejumlah Resolusi yang pernah dikeluarkan Dewan Keamanan PBB terkait Yerusalem, antara lain, Resolusi 242 22 November 1947, Resolusi 250 27 April 1968, Resolusi 251 2 Mei 1968, Resolusi 252 21 Mei 1968, Resolusi 267 3 Juli 1969, Resolusi 271 15 September 1969, dan Resolusi 298 25 september 1971. 

Kemudian, Resolusi 465 1 maret 1980, resolusi 476 30 Juni 1980, Resolusi 478 20 Agustus 1980, Resolusi 672 12 Oktober 1990, Resolusi 1073 28 september 1996, Resolusi 1322 7 oktober 2000, resolusi 1397 12 maret 2002, serta Resolusi 2334 23 desember 2016.

“Pembangkangan terhadap resolusi itu membuktikan bahwa Pemerintah AS adalah sebuah entitas politik yang mendukung penindasan dan penjajahan serta kezaliman sebagai sistem,” dikutip dari keterangan pers.

FPI menilai sikap AS tersebut jelas mendukung Israel. AS pun dituntut bertanggung jawab atas segala konflik di timur tengah yang terjadi pasca pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS juga patut dijadikan sasaran kemarahan seluruh negara di dunia karena telah melakukan langkah yang kontroversi.

“Menjadikan Amerika Serikat sebagai sasaran yang legal untuk dijadikan target perlawanan politik, ekonomi, dan militer di seluruh dunia,” dikutip dari keterangan pers. ***