SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Warga Desa Seminai Kecamatan Dayun mempertanyakan keberadaan izin PT Duta Swakarya Indah (DSI) yang saat ini sangat meresahkan ratusan masyarakat yang berada di sekitar desa tersebut. Tidak hanya Desa Seminai, ternyata masyarakat Desa Sengkemang Kecamatan Koto Gasib juga ikut merasa resah dan mempertanyakan hal yang sama.

Pasalnya, izin lokasi yang dimiliki PT DSI yang diterbitkan Bupati Siak tahun 2006 sudah berakhir. Namun, PT DSI masih saja terus melakukan aktivitas menanam di lokasi bekas kerja sama Koperasi Sengkemang dengan Nasional Permodalan Madani (NPM).

Informasi di lapangan, di Desa Sekemang ternyata lahan warga telah diperjualbelikan ke PT DSI, sehingga hasil kerjasama dengan masyarakat tidak lagi ada sebagaimana tahun 2009. Namun hanya sebagian oknum saja yang menikmati hasil penebangan tahun 2014 kemarin.

"Sejak lahan diperjualbelikan oleh oknum yang mengatasnamakan warga, kami tidak ada lagi menikmati hasil panen. Sekarang kami hanya bisa melihat saja, dan gigit jari karena tidak dapat apa-apa," ungkap pewakilan dari Koperasi Sengkemang, sekaligus Ketua Umum LSM Peta Korsipara, Bismar kepada GoRiau.com, Minggu, (1/3/2015).

Nazarudin, salah satu warga Desa Sekemang mengakui, PT DSI hanya diberikan izin lokasi mulai tahun 2006 hingga tahun 2009, tetapi selama itu, PT DSI tidak pernah mengelola lahan di desa tersebut.

"Setelah izin lokasi habis barulah PT DSI sibuk mengelola lahan. Ada sekitar 900 Ha lahan Koperasi Singkemang Jaya yang telah digarap PT DSI," ujarnya.

"Sekarang, ratusan warga tidak ada lahan lagi, tinggal nama koperasi saja, semuanya sudah jarah PT DSI," keluh Nazaruddin.

Padahal, sesuai Undang-undang Agraria Nomor 2 Tahun 1999, bab III tentang jangka waktu izin lokasi, pada pasal 2 disebutkan, izin lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu izinlokasi. Pasal 3, apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu izin lokasi, termasuk perpanjangan, maka perolehan tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang izin lokasi.

"Lalu atas dasar apa, kok bisa PT DSI melakukan hal ini dan memaksa masyarakat, itulah kami sebagai orang awam bingung, kami minta penjelasan kepada pemerintah untuk hal ini," ungkapnya.

Masyarakat Desa Seminai Kecamatan Dayun, yang merupakan warga asli desa tersebut mengaku heran kenapa lahan yang dulunya milik masyarakat diklaim menjadi milik PT DSI. Padahal menurutnya, sebagai saksi hidup, PT DSI baru beroperasi sejak jalan Raya Dayun-Siak dibangun.

"PT DSI itu, baru beroperasi baru-baru ini, sejak jalan dibangun, dulunya lahan itu milik masyarakat. Setelah puluhan tahun digarap warga, sekarang seenaknya PT DSI merampas lahan itu," kesal Anto, warga lainnya.

Ia mengatakan, di lapangan juga tidak adanya batas tanah. Apakah berupa patok kuning dari BPN, parit ataupun pancang-pancang tanda batas. Bahkan kantor PT DSI hanya sebutan saja tanpa papan nama sebagaimana merek perusahaan besar.

Kepala Badan Pertanahan Setdakab Siak, Romi mengatakan, setiap tahunnya selalu terjadi permasalahan sengketa lahan di Kabupaten Siak, baik antara perusahaan dengan perusahaaan, maupun perusahaan dengan masyarakat tempatan.

Menanggapi hal itu, pemerintah Kabupaten Siak mengakui kurangnya koordinasi antar instansi di dalam tubuh pemerintahan daerah.

"Masing-masing instansi saja memiliki peta perizinan sendiri. Padahal harusnya ada kordinasi intensif antara pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten," ungkapnya.

Seperti sengketa lahan yang terjadi baru-baru ini antara PT Karya Dayun dengan PT DSI. Kedua perusahaan tersebut mengklaim berhak memiliki kewenangan penuh untuk mengolah lahan di Kecamatan Dayun itu.

"Kalau Karya Dayun sudah ada sertifikatnya. Tapi kalau PT DSI hanya izin lokasi dari pemerintah daerah, itupun masih proses. Hal ini tentunya harus dilakukan penyelesaiannya, agar tidak terjadi gejolak di masyarakat," pungkasnya.(rls)