JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengaku pihaknya telah memberikan sanksi kepada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses pengamanan Aksi 21-22 Mei lalu.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, beberapa anggotanya telah mendapatkan sanksi berupa penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari.

"Sudah dilakukan sanksi oleh Propam berupa hukuman badan penempatan khusus selama 21 hari, yang lain-lainnya pemeriksaan oleh divisi Propam nanti akan saya tanyakan kembali," terang Dedi di kantornya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2019).

Setelah mendapatkan sanksi tersebut, lanjut Dedi, para personel akan dikembalikan ke satuan tugas masing-masing.

Selain mendapatkan hukuman di tempatkan di tempat khusus, kata Dedi, personel yang melanggar juga akan dikenakan sanksi administratif. "Yang pasti di pusat mereka telah ditindak. Untuk sanksi administratif ke staker, ke Polda-Polda setempat," papar Dedi.

Sebelumnya, Amnesty Internasional Indonesia melakukan investigasi atas peristiwa kerusuhan 21-23 Mei 2019. Amnesty menemukan pelanggaran hak asasi manusia oleh anggota Brimob Polri.

Amnesty menemukan dugaan penyiksaan dan penyisiran dengan brutal oleh anggota Brimob terhadap warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Hal itu beranjak dari video viral seseorang disiksa oleh anggota Brimob.

Sehari setelah peristiwa, Amnesty mendatangi lokasi kejadian dan mewawancarai sejumlah narasumber. Mereka menemukan ada lima orang yang menjadi korban penyiksaan. Termasuk satu orang yang terekam dalam video.

"Jadi ada empat orang korban lainnya di Kampung Bali di saat bersamaan," kata peneliti Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).

Papang menceritakan, peristiwa tersebut terjadi pada 23 Mei pukul 05.30 WIB. Brimob melakukan penyisiran dan memaksa masuk ke lahan parkiran milik Smart Service Parking. Namun, anggota Brimob itu tak bisa memilih mana pelaku aksi dengan kekerasan dan turut menangkap petugas parkir di sana yang sedang tak memakai seragam.

"Aparat Brimob tidak bisa memilah mana yang melakukan kekerasan mana yang tidak," kata Papang.

Menurutnya, atas peristiwa tersebut bisa membuat polisi dibenci oleh masyarakat menengah ke bawah. Sebab tindakan kekerasan itu seakan menangkap kelompok masyarakat tersebut sebagai kriminal.

"Itu membuat masyarakat dari kelas sosial tertentu, membenci polisi dan itu merugikan polisi ke depan," kata Papang.***