MATAHARI baru saja kembali ke peraduannya. Siang mulai pudar berganti malam. Begitu juga dengan cuaca pada Senin (26/11/2018) malam, yang awalnya cerah berubah mendung.

Bahkan, kilat dan guruh saling bersahut-sahutan di langit Telukkuantan. Tepat pukul 18.00 Wib, Jasrianto sudah berada di Kota Jalur ini.

"Saya ngajar ngaji dulu. Setengah delapan, kita berangkat," ujar Jasrianto kepada GoRiau.com.

Satu setengah jam berlalu. Cuaca semakin memburuk. Kilauan kilat di langit menjadi-jadi. Angin pun mulai bertiup kencang. Jasrianto dengan sepeda motor Beat-nya melaju di jalanan Telukkuantan.

Ia pergi ke sebuah ampera Rp10 ribu dan membungkus nasi. Tak lupa pula, air minum dua kantong. "Nasinya dobel ya kak," pintanya.

Usai dari ampera, Jasrianto menuju sebuah kios yang menjual jus buah-buah. Ia langsung memesan jus mangga. Setelah itu, Jasrianto menancap gas motornya, berpacu dengan hujan yang mulai turun.

"Kita ke kuburan. Di sana ada Hamdani, yang selalu menunggu kedatangan saya," ujar Jasrianto memberitahukan tujuannya. Kuburan yang dituju adalah pemakaman umum masyarakat Kenegerian Telukkuantan di Desa Koto.

Sebelum sampai, ia mampir ke warung untuk membeli korek api. "Nanti dia mau merokok, biar terbuka pikirannya," kata Jasrianto.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/27112018/jasrianto2-7684.jpgSeorang pemuda ODGJ saat dimandikan oleh Jasrianto

Sesampai di pemakaman tersebut, Jasrianto langsung menuju sebuah bangunan persegi yang hanya diatap tanpa dinding. Banguna tersebut tempat istrahat orang yang ziarah kubur.

"Mana pula Oham ni? Tadi di sini dia. Saya bilang, tunggu di sini. Saya mau beli nasi. Ternyata dia sudah pergi juga," kata Jasriadi. Ia pun beberapa kali berteriak memanggil nama Oham. Tapi, orang tersebut tak kunjung muncul.

"Beginilah hambatannya, kadang kita sulit menemukan mereka. Mereka berpindah-pindah, jadi kita yang harus sabar," tutur Jasrianto.

Jasrianto pun mencoba mencari di pemukiman warga sekitar kuburan. Ia pun sempat bertanya kepada seseorang yang baru pulang dari Masjid Al-Jihad.

"Biasanya dia di sini saja," ujar pria tersebut.

Tidak menjumpai Oham, Jasrianto kembali memacu sepeda motornya. Sementara, hujan turun semakin deras. Ia menyatakan masih ada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang belum makan hari ini.

"Di dekat Tugu Carano ada satu orang lagi. Kita ke sana ya," kata Jasrianto. Sepeda motornya harus berhenti karena derasnya hujan yang turun. Bukannya berteduh, Jasrianto malah membuka jok motor dan mengambil sebuah jas hujan.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/27112018/jasrianto3-7683.jpgSeorang pemuda ODGJ menerima nasi bungkus yang dibawa Jasrianto, Senin (26/11/2018) malam.

Kini, ia mengenakan jas hujan dan kembali memacu motor menuju Tugu Cerano. Jalan Proklamasi Telukkuantan yang mulai dipenuhi air, tak melambatkan motornya.

Sampai di lokasi tujuan, sebuah gubuk yang ditinggal pemilik. Tanpa cahaya. Jasrianto menyalakan senter yang ada di HP-nya. Ia menuju ke belakang rumah. Ketika masuk ke gubuk tersebut, bau kotoran bercampur kencing menyatu.

"Besok jangan buang air besar di sini ya. Ini tempat tidur. Ayo kita ke luar," ujar Jasrianto sembari menarik tangan seorang pemuda paroh baya.

Kendati mengenakan pakaian yang kumal, pemuda ini mengenakan sendal jepit. "Ni baru saya belikan, biar dia tak kena paku atau duri."

Jasrianto membimbing pemuda yang terganggu kejiwaannya ke sebuah ruko terbengkalai. Lalu, pemuda itu disuguhkan segelas jus mangga. "Nanti makan nasinya ya," ujar Jasrianto.

Kendati sudah beribu kata yang diucapkan Jasrianto, tapi pemuda tersebut tak mengucapkan sepatah kata. Ia termasuk pemuda yang pemalu. Jasrianto pun mencuci kedua tangan pria tanpa nama itu.

Kukunya sudah panjang dan hitam. Jasrianto kembali ke sepeda motor mengambil alat pemotong kuku. Dengan alat penerangan seadanya, Jasrianto sangat telaten memotong satu per satu kuku pemuda itu.

"Dulu rambutnya panjang, saya pangkas. Biar kelihatan rapi," ujar pria 35 tahun tersebut.

Ya, begitulah perjuangan Jasrianto dalam memperhatikan ODGJ di Telukkuantan. Dikatakannya, ada 14 orang yang rutin ia urus. Di antara kesibukannya mengajar di PP KH Ahmad Dahlan, ia selalu menyempatkan diri untuk memperhatikan ODGJ.

"Nasi sengaja di bungkus dobel. Sebab, saya hanya ketemu sekali dengan mereka. Biasa dibungkuskan dari rumah. Istri sangat mendukung. Jika tak ada yang akan dibungkus, baru saya beli di luar," papar Jasrianto.

Kebiasaan Jasrianto mengurus ODGJ sudah dilakukan sejak masih kuliah di Sumatera Barat. Di sana, ada tujuh orang yang selalu mendapatkan perhatiannya. Bahkan, ada salah seorang yang 'sehat'.

Di tengah keterbatasan dana, Jasrianto selalu merasa berkecukupan. Gajinya yang tak seberapa, ia bagikan dengan kaum ODGJ. "Kadang saya minjam uang, supaya bisa berbagi. Alhamdulillah, saya tak pernah merasa kekurangan."

"Selalu ada jalan untuk menghidupi keluarga," ujar Jasrianto. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan dengan menjadi guru ngaji dari rumah ke rumah. Ada beberapa rumah di Telukkuantan tempatnya mengajar ngaji. Di antara waktu itu, ia menyempatkan diri untuk mengurus ODGJ.

Jasrianto tak hanya sekedar memberi mereka makan. Tapi, juga membimbing mereka untuk hidup yang lebih baik.

"Ada kebahagiaan tersendiri ketika bisa berbagi dengan mereka. Saya tak kenal dengan mereka, tapi saya peduli. Karena mereka juga manusia," papar Jasrianto. ***