TELUKKUANTAN - Semangat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Riau untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dinilai tidak sejalan dengan kebijakannya. Terutama, dalam hal kesejahteraan para ASN yang menjadi ujung tombak pelayanan.

Seperti para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di seluruh Puskesmas. Mereka tidak terima dengan besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang ditetapkan Bupati Mursini dalam Perbup nomor 12 tahun 2019.

Lalu, para ASN Puskesmas se-Kuansing berkumpul dan melayangkan keberatan kepada Bupati Mursini. Ada tiga poin yang menjadi sorotan ASN Puskesmas, yakni penurunan TPP dan tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Mereka juga menilai TPP ASN Puskesmas tidak sesuai dengan jabatan fungsional umum dan jabatan fungsional tertentu.

Atas dasar itu, ASN Puskesmas menilai didiskriminasi oleh Bupati Kuansing, karena TPP yang diterima ASN lain mengalami kenaikan 50 persen sampai 100 persen. Sedangkan mereka mengalami penurunan.

Untuk itu, ASN Puskesmas Kuansing mendesak Bupati Mursini untuk merevisi Perbup tentang TPP tersebut. Jika tidak, maka para ASN Puskesmas se-Kuansing akan melakukan aksi damai. Mereka memberi waktu bupati hingga 30 Maret 2019. Jika aksi damai berlangsung, maka pelayanan tingkat dasar akan terganggu.

Suara lirih dari ASN juga mencuat di Dinas Perizinan. Dimana, TPP yang mereka terima juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Padahal, dinas ini juga menjadi ujung tombak pemerintah dalam mengejar SAKIP.

Menanggapi hal ini, Asisten I Setda Kuansing Muhjelan Arwan menyatakan tidak ada penurunan TPP. Hanya saja, selama ini belum dilakukan pengukuran.

"Nah, sekarang baru dilakukan pengukuran dan ini sudah ideal dan paling mendekati kebenaran," ujar Muhjelan saat ditemui di Kantor Bupati Kuansing, Jumat (29/3/2019) pagi.

Ditegaskan Muhjelan, formulasi ini yang paling mendekati keadilan. Jika pengukuran dilaksanakan berdasarkan grade, maka pendidikan yang tinggi akan terangkat. Sedangkan pendidikan yang rendah tetap di bawah, bahkan akan berkurang.

"Sementara, yang banyak pendidikan di bawah S1. Kalau diberlakukan grade, maka saya pastikan mereka akan menerima di bawah Rp1 juta," ujar Muhjelan.***