SELATPANJANG - Pakaian minim selalu menjadi polemik saat Perang Air yang dilakukan warga Tionghoa bersempena dengan perayaan Imlek.

Hal fenomenal yang menjadi sorotan itu disikapi oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kepulauan Meranti, banyak peserta yang mengenakan pakaian minim sehingga lekukan tubuh tampak transparan ketika mereka berbasah-basahan. Hal ini sangat kontras dilakukan mengingat Kepulauan Meranti merupakan tanah Melayu yang menjunjung tinggi adat dan syariat.

"Persoalan ini memang sudah berkali kali terjadi. Namun kita tetap konsen untuk terus menghimbau mereka. Setiap tahun selalu saja ada pelanggaran, namun terkait hal ini kita hanya memperingatkan mereka untuk berpakain sopan dengan cara bermusyawarah. Kita hanya memberi rambu- rambu karena kita tidak hak untuk mengeksekusi," kata Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Kepulauan Meranti Muzamil Baharuddin, dalam pertemuan dengan sejumah wartawan di ruang rapat kantor DPRD Kepulauan Meranti, Senin (4/2/2019).

Sebagai lembaga yang tidak hanya memayungi suku Melayu, tapi juga sebagai payung pemersatu seluruh suku dan etnis yang ada di Kepulauan Meranti ini, LAMR berusaha untuk bersikap netral dengan memberikan peluang kepada wisatawan yang datang untuk memeriahkan festival tahun ini.

"Tidak bermaksud untuk mencemari pariwisata di tempat kita, selagi hal itu tidak menodai adat dan syariat. Karena ini berdampak pada perekonomian masyarakat, mari kita dukung dan memberi peluang, karena ini hanyalah sebuah tradisi. Dan tidak ada kaitannya dengan perayaan agama. Selain itu keberadaan berbagai ragam budaya dan tradisi di Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi sebuah khazanah kekayaan budaya yang patut dilestarikan," ungkap Muzamil.

Hal yang menjadi catatan bagi LAMR juga tertuang kedalam surat himbauan Kesbangpol Nomor 300/I/2019/022.2 tentang ketentuan penggunaan petasan dan rangkaian kegiatan pada perayaan imlek di Kepulauan Meranti.

Didalam surat tersebut juga tertera untuk berpakaian sopan yang tidak mengumbar aurat. ***