PEKANBARU - Efek perlambatan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap industri perbankan dinilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan masih melanda pada tahun 2021. Namun demikian kinerja Perbankan di Provinsi Riau dinilai masih terkendali dengan baik walaupun tingkat pertumbuhan beberapa indikator kinerja bank pada tahun 2020 mengalami penurunan.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau, Yusri mengatakan bahwa per Desember 2020, aset perbankan di Riau tumbuh 6,02% (YoY) mencapai Rp158,5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,11% (YoY) senilai Rp91,5 triliun, dan penyaluran kredit masih tumbuh 3,90% (YoY).

"Walaupun mengalami penurunan pertumbuhan kredit dibandingkan tahun 2019 yaitu mencapai 6,59%, namun masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang mengalami kontraksi sebesar -2,41% (YoY)," kata Yusri di Pekanbaru, Jumat (26/2/2021).

Yusri juga tidak menampik, bahwa dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan meningkatnya risiko kredit. Namun melalui kebijakan stimulus ekonomi terkait restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak pandemi Covid19 berdasarkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 membuat tingkat NPL di Riay menjadi terkendali yaitu sebesar 2,51% (YoY).

"Peningkatan risiko kredit akibat pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang pertumbuhannya mengalami kontraksi 6,49% (YoY) yaitu menjadi sebesar 79,00%, hal ini dikarenakan perbankan lebih selektif dan berhati-hati dalam penyaluran kredit," jelasnya.

Dengan pertimbangan kinerja Perbankan yang tetap terjaga dan perekonomian yang perlahan membaik, walaupun belum sepenuhnya pulih akibat kebijakan restrukturisasi kredit pada tahun 2020. Maka OJK telah mengeluarkan kebijakan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit menjadi sampai dengan Maret 2022 yang tertuang pada Peraturan OJK Nomor 48/POJK.03/2020.

"Penyaluran restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak Covid19 di Riau sampai dengan Februari 2021 yaitu sebanyak 117.474 debitur dengan nominal Rp12,7 Triliun. Dengan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit ini dapat meringankan beban debitur khususnya yang terdampak Covid-19 untuk kembali memulihkan kondisi ekonominya dan memberikan ruang kepada perbankan untuk menata tingkat likuiditas dan menjaga permodalannya melalui relaksasi terhadap penilaian kualitas kredit," kelasnya.

Pelaksanaan kebijakan restrukturisasi kredit dinilai efektif meredam dampak perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid19 bagi UMKM. Dari total 117.474 debitur yang telah mendapatkan restrukturisasi kredit, jumlah debitur yang saat ini masih memanfaatkan restrukturisasi kredit sebanyak 95.349 debitur dengan baki debet sebesar Rp11,3 Triliun.

Dalam hal ini terdapat penurunan jumlah debitur yang masih memanfaatkan restrukturisasi kredit yang mengindikasikan kondisi usaha sebagian debitur yang telah berangsur-angsur pulih dan tidak membutuhkan kembali restrukturisasi kredit.

Selain itu, Pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga telah menganggarkan untuk penjaminan kredit bagi UMKM yang disalurkan melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo, tercatat penjaminan kredit bagi UMKM di Riau pada tahun 2020 yaitu sebesar Rp312,6 Miliar untuk 607 debitur.

"Kami berharap dengan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit ini dapat dimanfaatkan sebaik dan sebiijak mungkin oleh masyarakat yang usahanya terdampak pandemi Covid19 untuk dapat mengajukan restrukturisasi kredit kepada perbankan sehingga manfaat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini dapat dirasakan oleh masyarakat luas," tukasnya. ***