BARANGKALI kita masih ingat begitu banyak julukan ditujukan terhadap negeri kita seperti; negeri 1001 maling, negeri tak terdidik (un-educated), sarang koruptor dan negeri tak dipercaya (distrust). Muncul di media maupun ceramah-ceramah dan seminar-seminar.

Adapun gamang, yaitu sebuah kata yang mengandung arti: rasa khawatir, ragu-ragu atau serba bertanya yang intinya adalah tidak tegas dan tidak berani.

Sebuah negeri disebut gamang berarti tegaknya belum kokoh, rasa percaya diri lemah dan banyak ragu dalam bertindak. Pemerintah kadang ragu dalam mengambil keputusan atau kebijakan, karena terlalu banyak pertimbangan.

Pertimbangan itu perlu, tapi kalau terlalu banyak pertimbangan, tujuan menjadi terganggu. Kita selalu gamang melakukan evaluasi terutama terhadap kabinet, walaupun presiden telah memberi sinyal agar dievaluasi.

Menurut Gubernur Lemhanas, tidak semua menteri mampu bekerja keras seperti Presiden SBY, apalagi seperti Presiden Jokowi. Pemerintah sepertinya gamang menghadapi mafia-mafia seperti mafia peradilan maupun mafia di Pertamina, mafia tanah, mafia di Imigrasi dan mafia-mafia lain, dimana hampir semua lini dan sektor ada mafianya.

Kita gamang membasmi premanisme, yang sudah masuk ke instansi-instansi termasuk DPR. Kita gamang membasmi begal, geng motor nakal. Pemerintah juga gamang menjatuhkan sanksi berat terhadap kasus-kasus pidana terutama koruptor.

Apalagi pemerintah sangat gamang menghadapi kelompok radikal yang selalu mengganggu ketenangan dan kedamaian. Pemerintah juga gamang menghadapi pendakwah-pendakwah provokatif, suka fitnah, memecah belah dan penuh kebencian termasuk mengkafir-kafirkan orang, agama dijadikan tameng.

Saya masih ingat istilah Pak Syafei Maarif, berkeliarannya ''preman-preman berjubah''. Penampilan OK, tapi penuh kebencian dan sombong. Ada pula kelompok radikal yang sudah dibubarkan pemerintah, namun masih berani berbuat dengan mengatasnamakan organisasi yang dibubarkan tersebut, aneh tapi nyata.

Namun demikian kita bersyukur karena pemerintahan Jokowi, pelan tapi pasti, sudah berusaha keras menekan dan meminimalisir lajunya perkembangan mafia-mafia tersebut.

Yang masih mencemaskan masyarakat akhir-akhir ini yaitu tentang premanisme, begal, tawuran dengan senjata tajam, narkoba dengan hukuman ringan. Begitu pula banyaknya aliran-aliran keagamaan yang justru mengarah perpecahan.

Saat ini sedang heboh tarik menarik antara kemungkaran dan makruf, bukan heboh untuk persatuan dan kekompakan.

Karena berbahaya, pemerintah tak boleh gamang menghadapi kelompok kelompok radikal ini. Saya ingat pepatah Minang, ''Jika api sudah sampai di bubungan, sulit untuk dipadamkan". Pemerintah harus tegas dan terukur menghadapinya, seperti negara-negara lain menghadapi radikalisme. Jangan terlambat, ingat api sudah mendekati bubungan.

Mudah mudahan Indonesia betul-betul menjadi bangsa yang tegas dan tegar serta berwibawa. Kita tentu tidak ingin berkepanjangan dengan predikat negeri yang gamang. Orang tentu bertanya; Quo Vadis Indonesia? Wallahu a'lam.***

Drs. H. Iqbal Ali, MM adalahKetua Stisip Persada Bunda 2008 -2016 dan Ketua Dewan Penasihat IKMR Riau.