PEKANBARU - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Idi, Aceh, menjatuhkan vonis mati kepada narapidana (napi) Lembaga Permasyarakatan (LP) Pekanbaru, Riau, Faisal Nur karena terbukti merupakan mafia sabu jaringan internasional.

Dikutip dari detikcom, berdasarkan berkas putusan yang dirangkum Rabu (1/7/2020), Majelis Hakim PN Idi juga menjatuhkan vonis mati terhadap istri Faisal Nur, Murziyanti, karena terbukti menjadi penghubung Faisal dengan jejaring mafia sabu.

Faisal merupakan penghuni Blok C Kamar 10C LP Pekanbaru. Ia dijatuhi hukuman 18 tahun penjara karena tersangkut kasus narkoba pada 2015.

Pertengahan 2019, Murziyanti menelepon suaminya yang ada penjara soal rencana penyelundupan sabu dari Malaysia ke Indonesia. Faisal menyetujui rencana istrinya dan diaturlah strategi agar narkotika bisa lolos ke Indonesia.

Pengiriman melalui perjalanan laut dan dilakukan secara estafet. Komplotan ini diamankan tim BNN di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh. Anggota mafia sabu ini kemudian diadili secara terpisah, termasuk istri Faisal, Murziyanti.

''Menyatakan terdakwa Murziyanti Binti Zainal Abidin Alm. als Mak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I (satu) bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Murziyanti Binti Zainal Abidin Alm.als Mak dengan Pidana Mati,'' ujar majelis yang diketuai Apri Yanti.

Duduk sebagai anggota majelis Khalid dan Asra Saputra. Majelis menyatakan peran Murziyanti bersifat dominan dan dapat dikategorikan termasuk pelaku utama dan ditambah dengan jumlah barang bukti sabu puluhan kg dengan akibat yang ditimbulkan jika sabu itu digunakan akan merusak banyak generasi bangsa Indonesia.

''Majelis Hakim berpendapat tuntutan pidana maksimal hukuman mati sudah tepat dijatuhkan kepada terdakwa, oleh karena itu pembelaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa agar terdakwa tidak dijatuhi hukuman mati, haruslah dikesampingkan," tutur Apri dalam sidang pada 17 Juni lalu.

Majelis menilai hal yang memberatkan yaitu perbuatan Murziyanti sangat bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas narkotika. Apalagi saat ini Indonesia sedang dalam situasi darurat narkotika yang dapat membahayakan generasi bangsa.

''Keadaan yang meringankan nihil,'' ujar majelis dengan bulat.

Vonis 6 Orang

Pada kasus yang sama Majelis Hakim PN Idi juga menjatuhkan vonis seumur hidup kepada 3 orang dan hukuman 20 tahun penjara kepada satu orang. Berikut daftar vonis yang dijatuhkan PN Idi kepada masing-masing anggota komplotan ini:

1. Faisal Nur dihukum mati. Faisal adalah napi dengan hukuman 18 tahun penjara dan tinggal di LP Pekanbaru. Faisal mengendalikan dan menjadi otak penyelundupan tersebut.

2. Muzriyanti dihukum mati. Muzriyanti adalah istri Faisal. Peran Muzriyanti menelepon suaminya di dalam penjara sehingga seakan-akan telepon itu normal antara istri-suami. Ternyata dalam beberapa kali percakapan, mereka membicarakan penyelundupan itu.

3. Edi Saputra dihukum penjara seumur hidup. Edi diberi kepercayaan oleh Faisal untuk merekrut tim. Edi menyiapkan Rp53 juta/kg sabu bagi dana penyewaan kapal.

4. Ridwan dihukum penjara seumur hidup. Peran Ridwan cukup vital karena ia yang mencari kapal untuk mengambil sabu. Pengambilan sabu dilakukan di tengah laut yang dibawa dengan kapal dari Malaysia.

5. Marzuki dihukum penjara seumur hidup. Peran Marzuki juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia yang menjemput sabu pelabuhan tikus di jalur sungai Simpang Ulim, Aceh Timur. Sabu itu kemudian disembunyikan di rumahnya.

6. Fitriani dihukum penjara 20 tahun. Ia menemani Muzriyanti di Malaysia terkait penyelundupan itu.-Pencarian panjang Greta tentang keyakinan yang benar akhirnya membawanya menjadi mualaf. Hidayah itu baru diperoleh Greta saat usianya sudah lebih 70 tahun.

Dikutip dai Republika.co.id yang melansir laman Aboutislam.net, Greta dibesarkan dalam keluarga dari imigran Italia yang tinggal di Amerika Serikat. Greta bercerita, ia adalah seorang yang taat dalam agama yang ia anut sebelumnya.

Ia dibesarkan sebagai penganut agama orangtuanya yang begitu taat. Mereka kerap pergi dan berdoa di rumah ibadah yang mereka anut.

Ia kemudian memutuskan menikah dengan seorang pria penganut Lutheranisme. Keputusannya itu sangat mengecewakan orang tuanya. Kendati begitu, ia mengaku tidak benar-benar meninggalkan agama sebelumnya.

Walaupun, ia juga mulai bergabung dengan suaminya di rumah ibadahnya. Greta merasa menyukai cara hati yang riang dari rumah ibadah Lutheran. Meski begitu, ia tidak pernah merasakan kenyamanan di sana.

Ketika suaminya mulai jarang menghadiri ritual di rumah ibadah, ia mulai mencoba mengunjungi banyak rumah ibadah. Ia mengungkapkan, suaminya tidak keberatan dengan langkahnya itu. Di sisi lain, orang tuanya pun tidak mengetahui hal itu.

''Namun, meskipun variasi yang berbeda menarik, saya tidak pernah menemukan apa yang saya cari. Kebenaran,'' ungkap Greta, dilansir di Aboutislam.net, Sabtu (27/6).

Dari pernikahannya dengan seorang Lutheran itu, ia memiliki anak-anak, yang kemudian tumbuh dewasa. Mereka meninggalkan rumah dengan kehidupannya masing-masing. Kemudian, suaminya meninggal.

Dalam kondisi seperti itu, Greta masih mencari rumah ibadah yang tepat dan jalan yang tepat untuk mendekati kebenaran. Akhirnya, ia mulai menghadiri rumah ibadah tetangganya.

''Itu masalah kenyamanan. Saya tidak suka mengemudi jarak jauh lagi dan gereja lokal berada dalam jarak jalan kaki. Saya kenal orang-orang itu dan mereka juga membantu saya ketika saya membutuhkan bantuan,'' lanjutnya.

Semua anak Greta memutuskan untuk tinggal di luar negeri. Itu sebabnya, ia merasa senang dengan bantuan dari komunitas rumah ibadah yang masih muda. Namun demikian, masih ada keinginan membara dalam jiwanya untuk mengetahui kebenaran.

Keinginannya yang kuat untuk menemukan kebenaran membuatnya kerap berdoa. Hingga suatu malam setelah ia pulang dari rumah ibadah, ia mulai membuka hatinya kepada Tuhan dan memohon kepada Sang Pencipta untuk membimbingnya pada kebenaran.

''Saya mengatakan kepadanya bahwa saya ingin mengetahui kebenaran. Untuk menyembah Dia sebagaimana Dia layak disembah. Itu adalah doa paling tulus yang pernah saya lakukan,'' ujarnya.

Beberapa pekan kemudian, putrinya yang tinggal di Mesir mengunjunginya setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu. Greta begitu senang sekaligus terkejut. Sebab, putrinya kala itu mengenakan jilbab.

Ketika ia melihat putrinya di pintu, Greta diingatkan akan doanya kepada Tuhan. Dalam hatinya ia bertanya pada diri sendiri, apakah anaknya membawa jawaban akan doanya. Namun saat itu ia tidak bertanya tentang jilbab putrinya selama beberapa hari dan putrinya pun tidak menyebutkan apa-apa.

Suatu sore, Greta melihat putrinya melakukan shalat. Saat sujud, ia segera menutup pintu agar tidak mengganggunya. 

''Bayangan putri saya berlutut dengan kepala di lantai sangat mengesankan saya. Dan lagi, saya bertanya-tanya apakah Tuhan telah mengirimnya sebagai jawaban atas doa saya,'' katanya.

Pada suatu malam usai makan malam, Greta akhirnya memberanikan diri bertanya kepada putrinya perihal agamanya. Putrinya kala itu mengatakan bahwa ia tidak lagi menganut agama sebelumnya yang sama seperti Greta. Mereka berbicara lama setelah itu.

Saat itu, putrinya membawa Alquran dan buku catatannya, lalu menjelaskan semuanya kepadanya. Putrinya juga membahas soal Yesus dan Nabi Muhammad SAW. Greta hanya mendengarkan penjelasan putrinya.

Terhanyut dalam penjelasan putrinya membuat air matanya terus mengalir. Greta merasa sangat yakin jika Tuhanlah yang telah mengirim putrinya kepadanya sebagai jawaban atas doa-doanya. Selama ini, Greta tak henti berdoa meminta agar Tuhan membimbingnya pada kebenaran.

''Inilah kebenarannya. Saya sangat yakin. Ketika dia selesai menjelaskan penjelasannya, saya hanya memeluknya. Dan bertanya kepadanya: Mengapa tidak ada yang memberi tahu saya tentang ini sebelumnya?''

Pada momen itulah, tepatnya di meja dapur rumahnya pada tengah malam, ia menerima kebenaran tentang Islam. Greta merasakan penyesalan, sebab di usia senja ia baru menemukan ajaran agama yang selama ini ia cari. Bagaimanapun, ia merasa begitu bersyukur karena Tuhan akhirnya menunjukannya jalan kebenaran.

''Saya harus mencapai usia tua untuk akhirnya menemukan kebenaran. Satu-satunya penyesalan yang saya miliki adalah tidak ada yang memberitahu saya tentang Islam sebelumnya. Tapi saya kira, ini juga bagian dari kebijaksanaan Tuhan dalam membimbing saya pada kebenaran,'' tambahnya.***