JAKARTA - Dewan Pimpinan Nasinal (DPN) Rumah Gerakan 98 mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar serius dalam menuntaskan kasus e-KTP. Salah satu nama yang disebut dalam kasus tersebut adalah Ketua DPR RI, Setya Novanto. 

Hal ini diungkapkan Ketua Umum DPN Rumah Gerakan 98, Bernard Ali Mumbang Haloho kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Menurutnya, beberapa fakta menguatkan Novanto terlibat dalam kasus megakorupsi tersebut.  "Berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagaimana pernyataan para saksi, Ketua DPR RI Setya Novanto diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Dalam surat dakwaan disebut mendapat jatah Rp 574 miliar," ujar Bernard melalui keterangannya.

Sebut saja kata Bernard, Mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini salah satu yang mengungkapkan fakta persidangan dalam sidang E-KTP, 16 Maret 2017.

Diah mengatakan kepada Hakim Sidang Tipikor tentang pesan Setya Novanto sewaktu baru menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar/Bendahara Golkar dalam pertemuan pelantikan Ketua BPK.

Diah diminta menyampaikan pesan ke Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, agar pura-pura tidak mengenal Setya Novanto bila ditanya orang.

"Pak Setya Novanto menyampaikan, 'Tolong sampaikan ke Irman, kalau ketemu orang, ditanya, bilang saja tidak kenal saya," kata Diah Anggraini. 

Irman juga membenarkan bahwa dirinya menerima pesan Setya Novanto yang disampaikan melalui kurir Diah Anggraini.

"Saya pernah dapat pesan dari Bu Diah melalui kurir ke rumah saya. Waktu itu pesan Bu Diah ada pesan dari Pak Setnov tolong kalau saya ditanya bahwa saya tidak kenal Pak Setya Novanto," ungkap Irman kepada Hakim. 

Baik Irman maupun Sugiharto membenarkan, bahwa memang ada pertemuan dengan Setya Novanto, Andi Narogong, dan Diah Anggraini di Hotel Gran Melia. Pertemuan tersebut adalah pertemuan untuk membahas proyek e-KTP

Bahkan mantan Anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan membenarkan perjumpaannya dengan Setyo Novanto di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali sekitar 2011-2012. 

Di persidangan Tipikor Kasus Korupsi e-KTP Ganjar Pranowo mengungkapkan isi pesan Setya Novanto dalam pertemuan itu. 

Bernard menegaskan, semua fakta persidangan tersebut menguatkan dugaan keterlibatan mantan Ketua Fraksi/Bendahara Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus Korupsi e-KTP yang terjadi sekitar 2011-2013. 

Pendasaran hukumnya kata Bernard, berdasarkan Pasal 1, angka 14 KUHAP, tersangka didefenisikan sebagai seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 

"Ketentuan hukum ini cukup untuk menjadi dasar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi supaya menaikkan status Setya Novanto dari saksi menjadi tersangka," tegasnya. 

"Betapapun Setya Novanto adalah Ketua DPR RI, namun bila mencukupi dua alat bukti harus ditetapkan sebagai tersangka. Mari bersama-sama menjaga negeri Indonesia tercinta dari tindakan koruptor yang terus menerus melakukan moral hazard," pungkasnya. ***