JAKARTA - Banyak pihak yang memprediksi bahwa pandemi tidak akan pernah usai. Sehingga perilaku normalitas baru diantaranya adalah menerima virus Covid-19 berada di tengah-tengah masyarakat.

"Jadi yang perlu terus dilakukan oleh umat manusia adalah kewaspadaan dan menyiapkan anti-virus yang terus berkembang membentengi populasi," kata Ketua DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Endy Kurniawan, Senin (22/2/2021).

Vaksin Covid-19 kata Endy, harus disuntikkan setiap enam, sembilan atau dua belas bulan sekali, tergantung kekuatan dan keampuhannya. Itupun vaksin mesti dikembangkan kemampuannya agar bisa melawan virus-virus baru yang terus bermutasi. "Karena itu, setelah pandemi, situasi new normal akan sebagiannya bertahan, sebagiannya akan kembali ke situasi sebelum pandemi," katanya.

Menurut Endy, Covid-19 kemungkinan akan memiliki efek permanen pada cara manusia bekerja dan berinteraksi. Cara manusia hidup, bersosialisasi, dan bergerak di dunia juga akan berbeda. Ia mengutip pernytaan Michael Banissy, Profesor Psikologi di Goldsmith, Universitas London memperkirakan bahwa manusia akan lebih terbuka terhadap penggunaan teknologi dan robotika sosial.

"Tidak diragukan lagi bahwa akan ada banyak norma sosial baru, tetapi yang kita yakini, manusia adalah makhluk yang cenderung ingin bersosialisasi, berkumpul dan membicarakan banyak hal,"

Hal-hal yang ia prediksi akan bertahan setelah pandemi usai, adalah mengenai cara kerja, konsumsi kebutuhan internet, operasional kantor,pola belanja dan transaksi, serta mengkonsumsi media.

Mengenai cara kerja, pandemi Covid memaksa karyawan dan pengusaha mengelola tugas, target dan timnya dari rumah atau work from home (WFH). Ketika perusahaan mengukur dampak WFH terhadap produktifitas kerja tak terjadi penurunan, maka HRD akan menimbang perlunya karyawan untuk tetap bekerja di kantor setelah situasi pulih.

"Optimalkan kerja di rumah, kurangi kerja di kantor. Tunjangan transportasi turun, biaya operasional kantor turun, karyawan lebih banyak waktu untuk bekerja dan juga untuk keluarga, daripada habis waktu di jalan yang sia-sia," kata Ketua Bidang Rekrutmen Anggota Partai Gelora Indonesia ini.

Sedangkan mengenai kebutuhan komunikasi internet yang dulu dianggap pelengkap dan barang luksuri, saat ini makin nyata menjadi utilitas dan semestinya digunakan dengan pantas karena faktor fungsionalitas.

Sebab, koneksi digital bukan lagi solusi alternatif, melainkan mandatori. Covid-19, katanya, akan menjadi akselerator implementasi digital di Indonesia.

"Wabah ini telah memaksa-menjadi push factor-memicu percepatan adopsi dan transformasi digital baik oleh konsumen (pengguna) maupun produsen (penyedia jasa)," ujarnya.

Sementara mengenai operasional kantor, lanjut Endy, terjadi periode stagnan karena bisnis sedang melamban membuat perusahaan lebih punya waktu mengevaluasi diri. Tentunya kondisi sekarang akan membuat perusahaan melakukan akan mengevaluasi beberapa ha seperti masih perlukah ruang kerja dan sarana kerja seperti saat ini?

Tidakkah lebih efisien bagi perusahaan untuk menghemat tunjangan transportasi kepada karyawan dan mengalihkan sekian persen tertentu untuk menjadi tunjangan komunikasi dan internet?

"Bukankah karyawan menjadi lebih optimal dalam mengatur 'work-life balance' sehingga membuatnya lebih produktif dalam bekerja?," paparnya.

Adapun mengenai pola belanja dan transaksi belanja e-commerce yang semula hanya didominasi produk fesyen, travel, elektronik atau hiburan seperti sekarang ini akan dipenuhi juga 'basic products’ meliputi juga produk-produk kesehatan.

"Apapun yang mengurangi kontak fisik antara penjual dan pembeli, akan makin berlipat nilai transaksinya. Cara transaksi tidak hanya didominasi pengalaman belanja standar pilih-bayar-antar tapi akan masuk ke pemanfaatan virtual reality, augmented reality serta big data," paparnya. 

Terakhir adalah cara mengkonsumsi media, dimana berbagi bahan pelajaran dan belajar jarak jauh, layanan medis dan farmasi, IP TV, dan siaran langsung berbasis internet (broadcasting and streaming) akan bertemu momentumnya karena ‘dipaksa’ wabah.

Endy juga menyebut bahwa aplikasi remote working seperti Zoom, Slack, Google Classroom, Hangout, telemedis untuk layanan kesehatan (beberapa tersedia di Indonesia seperti Halodoc atau Alodokter), Massive Open Online Course (MOOC) seperti yang disediakan Coursera dan Udemi, dan e-learning termasuk yang disediakan Universitas Terbuka akan jadi kebutuhan utama.

"Aplikasi-aplikasi itu akan bertemu critical-mass dan meledak jumlah penggunanya," pungkas Endy.***