JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rafli, mengusulkan ganja dilegalisasi untuk jadi komoditas ekspor bahan baku medis.

Menurut anggota Komisi VI itu, ganja berpotensi jadi salah satu produk unggulan Indonesia untuk dilempar ke pasar-pasar internasional melalui perjanjian perdagangan bebas terlebih dulu.

Dia menawarkan konsep legalisasi ganja yang diharap bisa disempurnakan kembali, seiring munculnya pro-kontra akibat usulan yang ditawarkannya dalam rapat dengan kementerian terkait, Kamis (30/1/2020) lalu. Di dalam rapat itu turut dibahas pula tentang koordinasi antarkementerian berkaitan dengan jaminan pemasaran hasil pertanian di daerah.

"Penetapan zonalisasi pilot project industri ganja Aceh untuk kebutuhan medis dan turunannya, dijadikan kawasan khusus di Aceh yang selama ini ganja bisa tumbuh subur," kata Wakil rakyat dari Dapil Aceh 1 itu dalam keterangan persnya, Jumat (31/1/2020) lalu.

Program tersebut menurutnya bisa sukses jika pemerintah membentuk mekanisme yang tersistem. Ia juga mempercontohkan bagaimana sejumlah negara maju memanfaatkan ganja untuk keperluan medis, namun, di Indonesia, hal tersebut terbentur oleh UU terkait.

"Di Negara kita, hanya terbentur UU No. 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 tentang narkotika golongan I tidak boleh digunakan untuk kebutuhan medis," sebut Rafli.

Dia menambahkan, seluruh instansi terkait bisa diajak untuk meng-golkan program legalisasi ganja jika pemerintah menyeriusi. Dengan catatan, pengelolaannya harus bijaksana, di mana semua celah penyalahgunaannya ditutup rapat.

"Secara hukum agama, tumbuhan ganja pada dasarnya tidak haram, yang haram adalah penyalahgunaannya," tukas dia.

Tambahan informasi, di Thailand sana, Ganja sudah dilegalkan sebagai obat. Thailand, secara resmi telah membuka klinik yang memberikan minyak ganja untuk perawatan medis.

Warga Thailand, Chamroen Nakurai (57) yang didiagnosis menderita kanker kelenjar getah bening dua tahun lalu, mengatakan, minyak ganja membantu mengurangi efek samping dari kemoterapinya, tetapi dia hanya bisa mendapatkannya melalui pemasok ilegal.

"Perawatan ini tidak tersedia secara luas dan biayanya cukup tinggi jika Anda mengunjungi klinik Ilegal," katanya dikutip dari apnews.com, Senin (6/1/2020).

Pembukaan klinik yang memberikan minyak ganja untuk perawatan medis, dinilai sebagai langkah maju dalam kebijakan pemerintah guna mempromosikan penggunaan produk ganja yang berlisensi untuk mengurangi gejala berbagai penyakit.

Sekitar 400 pasien, banyak dari mereka yang menderita kanker, diberi minyak secara gratis di klinik unggulan di Kementerian Kesehatan Masyarakat di pinggiran kota Bangkok.

Empat formulasi awal yang diberikan digunakan untuk mengobati kondisi seperti migrain, insomnia, mual, mati rasa, dan nyeri. Obat-obatan disebut-sebut berdasarkan pengobatan tradisional.

Chamroen Nakurai bersyukur karena "layanan ini gratis dan siapa pun dapat mengaksesnya,".

Di Indonesia, salah satu penderita kanker, Ria Irawan, baru saja meninggal dunia.Riwayat penyakit Ria Irawan ini, bermula dari diagnosis kanker endometrium atau kanker dinding rahim. Ria pun menjalani operasi pengangkatan rahim pada 30 September 2014.

Saat operasi, dokter melakukan biopsi dan menemukan bahwa kanker Ria ternyata sudah menyebar ke kelenjar getah bening bagian panggul.

Ria pun menjalani kemoterapi dan pada tahun 2014, kanker getah bening yang diidapnya dinyatakan sembuh. Dia bahkan aktif bermain film hingga 2019.

Sayangnya, kabar buruk kembali menerpa Ria. Pada pertengahan 2019, Ria kembali sakit kanker. Kali ini, penyakitnya bahkan sudah menjalar ke paru-paru hingga otak.***