PEKANBARU - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Riau tentang Pemberdayaan Organisasi Masyarakat (Ormas) yang saat ini dalam pembahasan di DPRD Provinsi Riau.

“Ranperda Pemberdayaan Ormas ini belum penting, berbagai ketentuan yang mengatur mengenai ormas seperti Undang Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) telah tersedia,” kata Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Khairul Zainal di Balai Adat Melayu Riau, Kamis (17/9/2020).

Datuk Khairul Zainal yang sebelumnya bersama sejumlah pengurus LAMR lainnya mengikuti  Diskusi Ranperda tentang Pemberdayaan Ormas, di ruang rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Riau, Kamis (17/9/2020), menjelaskan selama ketentuan ini dijalankan sebagaimana pengalaman pada masa lalu, seperti mendaftar dan berada pada alurnya, keberadaam ormas di Riau tidak pernah ada masalah. 

“Masyarakat Riau telah sejak lama membuka diri bagi semua kalangan dengan prinsip di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jadi, tidak ada urgensinya Ranperda ini di Riau karena hanya akan mempertajam perbedaan,” tegas Datuk Khairul Zainal yang diamini Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Asral Rahman, dan Ketua DPH LAMR Datuk Hermansyah.

Menurut Datuk Khairul, LAMR telah mengirim surat resmi penolakan terhadap Ranperda Provinsi Riau tentang Pemberdayaan Ormas tersebut yang ditujukan kepada Ketua Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas. Surat tersebut ditandatangani kedua petinggi LAMR yaitu Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri Al Azhar dan Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar yang menyebutkan sedikitnya lima poin yang menjadi keberatan LAMR sehingga menolak Ranperda ini.

“Surat tersebut telah kami serahkan kepada Ketua Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas Bapak Zulfi Mursal, saat kami menghadiri Diskusi Ranperda tentang Pemberdayaan Ormas DPRD Riau, di Gedung DPRD Riau,” kata Datuk Khairul. 

Menyinggung kehadiran pengurus LAMR pada pertemuan dengan Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas DPRD Riau, Datuk Khairul mengatakan pertemuan tersebut merupakan hasil kesepakatan LAMR dengan Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas sebelumnya yang ditindaklanjuti sehingga Pansus mengundang Pengurus LAMR untuk datang ke DPRD Riau.

Pada pertemuan dengan Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas DPRD Riau ini dihadiri sejumlah pengurus LAMR baik dari unsur Majelis Kerapatan Adat (MKA) maupun DPH LAMR.

Menurut Datuk Khairul, dalam diskusi tersebut, Ketua Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas Zulfi Mursal memberi penjelasan awal tentang keberadaan Ranperda yang sudah digulirkan pada DPRD Riau periode 2014-2019 yang kemudian diteruskan oleh DPRD periode sekarang.

Datuk Khairul menjelaskan, pada pertemuan dengan Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas DPRD Riau tersebut, dirinya menyampaikan tidaklah ada urgensinya keberadaan Ranperda yang barangkali baru satu-satunya di Indonesia ini dibuat di Provinsi Riau. 

“Kami berpandangan keberadaan Ranperda ini akan memancing perpecahan antarsuku yang sudah seatle di Riau yang selama ini penuh dengan kerukunan, kebersamaan, justru dengan adanya Ranperda ini akan mempertajam hal yang semestinya tidak terjadi Riau,” ujar Datuk Khairul.

Menurut Datuk Khairul, jangan sampai kelahiran ormas-ormas baru di Riau yang jumlahnya semakin banyak hanya untuk mendapatkan dana APBD maupun APBN dan dikhawatirkan dapat menganggu keharmonisan yang selama ini telah ada. Hal ini juga menjadi pertimbangan bagi LAMR menolak Ranperda Pemberdayaan Ormas ini.

Datuk Khairul berpandangan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan ditetapkan pada tahun 2016, sementara konsep Ranperda ini lahir pada tahun 2014 yang sekarang mau diangkat kembali tanpa ada koreksi sama sekali. 

“Akibatnya, kami diminta memberikan masukan dari konsep yang diajukan ini sehingga menimbulkan friksi. “PP yang ada ini sudah cukup untuk mengatur keberadaan ormas termasuk pengawasannya,” katanya.

Dalam surat resmi LAMR kepada Ketua Pansus Ranperda Pemberdayaan Ormas DPRD Riau tersebut ada sedikitnya lima poin yang menjadi keberatan LAMR sehingga menolak Ranperda tentang Pemberdayaan Ormas yang merupakan inisiatif DPRD Riau tersebut.

“Penolakan tersebut telah melalui diskusi yang panjang antara DPH, MKA, dan tokoh-tokoh masyarakat sehingga akhirnya sampai pada kesimpulan LAMR menolak keberadaan Ranperda Pemberdayaan Ormas tersebut,” tegas Datuk Khairul.

Kajian Urgensi

Ketua DPH LAMR Datuk H. Hermansyah pada kesempatan yang sama menilai ada kebanggaan bagi DPRD Riau yang mengusulkan Ranperda ini karena merupakan yang perdana sehingga diharapkan menjadi rujukan bagi provinsi-provinsi yang lain.

“Itu kesan yang saya tangkap dari pertemuan tadi, makanya kami mengharapkan adanya kajian urgensinya Ranperda ini. Sampai sejauh mana manfaatnya dan sejauhmana pula mudharatnya. Kalau mudharatnya lebih tinggi lebih baik tidak ditiadakan saja

Hal lain yang menjadi catatan Datuk Hermansyah dari pertemuan LAMR dengan Pansus Pemberdayaan Ormas DPRD Riau, langkah-langkah yang diambil pihak-pihak penginisiatif Ranperda ini yang melakukan studi banding, penjajakan ke Kemendagri, namun seperti apa bagaimana persisnya Ranperda ini masih belum jelas.

“Sementara Undang Undang tentang Keormasan sudah ada, Permendagri tentang Ormas sudah ada, mengapa peraturan ini tidak menjadi rujukan. Jika ormas ada melakukan pelanggaran hukum sudah ada aparat penegak hukum, mengapa harus diperdakan lagi,” ujarnya.

Datuk Hermansyah mengatakan belum melihat bagaimana kajian akademis dari Ranperda ini. Jika kajian akademis dari Ranperda itu tidak pas tentu bisa dibatalkan. 

Datuk Hermansyah mengungkapkan kekhawatirannya jika Ranperda Pemberdayaan Ormas ini disahkan menjadi Perda dapat menimbulkan persoalan menimbulkan konflik yang tidak perlu di masyarakat. “Jika dengan tanpa Perda antarorganisasi keormasan sudah kondusif dan baik untuk apa lagi urgensinya. (rls)