KENDARI -- Meiske Chonstansyah dibesarkan di tengah keluarga non Muslim. Namun, ketika menjadi mahasiswi di Fakultas Hukum salah sau perguruan tinggi di Sulawesi Tenggara (Sultra), Meiske berkeinginan memeluk agama Islam.

Dikutip dari Suara.com, keinginan Meiske tentu saja tidak mendapat izin dari orangtuanya. Meski ditentang keluarganya, Meiske tetap kukuh ingin masuk Islam. Dia pun mencoba menemui imam masjid dan meminta dituntun mengucapkan syahadat.

Namun, permintan Meiske ditolak imam masjid tersebut. Sang imam masjid tidak berani meng-Islamkan Meiske karena tidak mendapat izin dari keluarganya.

''Pak imamnya takut, karena orang tuaku tidak mengizinkan saya masuk Islam,'' kata Meiske kepada Telisik.id (jaringan Suara.com), Senin (28/6/2021).

Meski ditolak imam masjid, keinginan Meiske memeluk Islam tetap menggebu. Akhirnya, berkat bantuan teman-temannya, Meiske bertemu dengan ustaz yang mau menuntunnya mengucapkan syahadat. Meiske pun bersyahadat dipandu ustaz tersebut, tanpa sepengetahuan keluarganya.

''Alhamdulillah, berkat bantuan teman-temanku. Yang menjadi wali saat saya mengucapkan dua kalimat syahadat itu mamanya temanku,'' ujarnya.

Selain mengucapkan dua kalimat syahadat, Meiske juga menjalani prosesi peng-Islaman cara adat, yakni adat kebiasaan orang Muna ketika ada seseorang yang hendak memeluk agama Islam.

''Saya itu di-Islamkan menggunakan dua prosesi, mengucapkan dua kalimat syahadat dan sesuai adat Muna, bahkan saya juga dikitan,'' jelasnya.

Anak bungsu dari tujuh bersaudara ini, kini sudah mantap dengan keyakinan barunya, Islam.

''Alhamdulillah, sekarang ini saya juga menganti namaku, menjadi Aisyah,'' ucapnya.

Mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum ini mengaku, sejak kecil dirinya tumbuh di lingkungan yang beragam. Selain itu, sifatnya yang selalu ingin tahu, membuatnya tertarik mempelajari agama Islam.

''Saya ini hidup di tengah-tengah beberapa kultur, dan itu kultur yang liberating sebenarnya,'' ujarnya.

Tumbuh di tengah lingkungan beragam kultur, Aisyah ternyata saat kecil senang menyaksikan acara-acara agama Islam.

''Saya suka dengan kata jembatan, sebetulnya. Jadi kita itu masing-masing sedang mencari jembatan untuk kita bisa berkomunikasi dengan Sang Khaliq, Yang Maha Kuasa,'' katanya.

''Kenapa perjalanan saya seperti ini, karena saya tidak mau merasa takut. Saya ingin mencari cara menjembatani bagaimana saya bisa benar-benar khusyuk, bisa benar-benar intim dengan Sang Khaliq,'' ucapnya.

Aisyah mengaku mengaku merasa nyaman dan bahagia setelah menjadi mualaf.

Meiske yakin bahwa segala sesuatu itu ada titiknya. Bahkan ia juga mengaku bisa berbuat lebih banyak lagi setelah mualaf.

''Dia (Allah) itu sesuatu yang Maha Kokoh, sekaligus at the same time juga sesuatu yang paling loveable menurut saya,'' kata Aisya.

Ia juga mengatakan bahwa agama Islam yang dianutnya saat ini mengajarkannya untuk selalu ikhlas. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang.

''Menurut saya, ajaran yang saya anut sekarang ini membuat saya jadi bisa ikhlas dalam menjalani segala hal,'' sambungnya.***