JAYAPURA - Pertandingan final kelas berat 81-91 kg Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua yang mempertemukan Erico Kevin K. Amanupunjo (Papua) melawan Willis Boy Riripoy (Jawa Tengah) dianggap tidak sah. Partai final yang berlangsung di GOR Cenderawasih, Jayapura, Rabu (13/10/2021), berakhir dengan kericuhan.

Pernyataan ini disampaikan Ketua Pengprov Pertina Papua, Ricky Ham Pagawak (RHP), didampingi Sekretaris Pengprov Pertina Papua Septinus Jarisetouw, dan Ketua Harian Pengprov Pertina Papua Rahmad Marimbun, ketika menyampaikan keterangan di GOR Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (14/10/2021).

RHP mengatakan, Pengprov Pertina Papua dan Ketua Umum PP Pertina Komaruddin Simanjuntak telah menggelar pertemuan untuk menyelesaikan masalah tersebut di Jayapura, Kamis (14/10/2021).

Komaruddin menyarankan agar masalah ini diselesaikan antara Pemda Papua dan Pemda Jateng. Oleh karena itu, lanjut RHP, ia langsung menghubungi Gubernur Papua Lukas Enembe, untuk menyampaikan masalah ini.

Alhasil, Gubernur Papua memerintahkan Plh. Sekda Papua Muhammad Ridwan Rumasukun, untuk membahas bersama perwakilan Pemda Jateng, yang masih ada di Jayapura.

“Saya dan Pak Rumasukun langsung mendatangi penginapan Pemda Jateng. Ternyata yang ada Wagub Jateng, tapi ia tak bersedia untuk menerima kami. Berarti kami menilai, kasus ini ada di dalam satu konspirasi yang sudah diatur, untuk mengalahkan kami, khusus di cabor tinju,” terang RHP.

Oleh karena itu, jelas RHP, pihaknya secara terbuka menyampaikan hasil yang diperoleh dalam pertandingan kelas berat tersebut tak sah.

“Medali yang disiapkan di kelas berat ditahan sampai kita duduk bersama untuk membuktikan sebenarnya Jateng dimenangkan, karena apa, atau karena memang ada unsur lain,” ujarnya.

Ketua Harian Pengprov Pertina Papua Rahmad Marimbun mengatakan, jika masalah ini tak segera diputuskan, maka pihaknya akan mengadukannya ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI).

Sementara itu, Sekretaris Pengprov Pertina Papua Septinus Jarisetouw mengatakan pertandingan tinju PON XX/2021 Papua sangat luar biasa. Pihaknya selaku panpel telah mendesain seluruh pertandingan agar berjalan dengan baik.

“Hanya saja yang menjadi masalah bagi kami yang membuat ricuh adalah perangkat pertandingan yakni wasit atau hakim. Itu menjadi persoalan klasik dari pertandingan ke pertandingan, wasit atau hakim selalu membuat masalah,” katanya.

“Kalau saya lihat wasit/hakim tak profesional, walaupun memiliki bintang 1 AIBA. Tapi mereka tak punya kemampuan memimpin pertandingan. Banyak atlet yang membuat kesalahan, tapi mereka tak tegur menyebabkan penilaian miring,” tegasnya lagi.

Diketahui, kericuhan berawal saat pertandingan di akhir ronde 3. Sebuah hook kanan Erico menghajar Willis mengakibatkan pelipis mata kanan Willis sobek. Wasit Royke Waney asal Sulawesi Utara menghentikan sementara pertandingan, dan meminta dokter ring untuk memeriksa luka sobek yang diderita Willis.

Lantaran luka sobek tersebut membahayakan Willis, maka dokter ring memberikan kode agar pertandingan dihentikan atau Erico menang RSC (Referee Stops Contest). Herannya, beberapa detik kemudian wasit mengangkat tangan Willis sebagai pemenang.

Hal ini membuat kubu Papua tak terima yang berbuntut kericuhan. Hingga kini belum ada hasil keputusan pemenang kelas berat tinju PON XX/2021 Papua. ***