JAKARTA - Komite Aksi Transportasi Online (KATO) mendesak pemerintah untuk segera membuat regulasi revolusi industri 4.0 di sektor transportasi.

Lambannya pemerintah, dinilai menjadikan driver online atau ojek online (Ojol) sebagai korban kemajuan zaman.

Ketua presidium KATO, Yudi Arianto mengatakan, transportasi online adalah adalah contoh Revolusi Industri 4.0 dimana migrasi kepada digital economi terjadi. Hal ini berimbas pada situasi bisnis yang tentu membutuhkan peran negara dalam memberi kepastian posisi hukum termasuk soal status ketenagakerjaannya.

"Jadi saat ini masih abu-abu statusnya dan korban nyata terbesar dari Revolusi Industri 4.0 di transportasi, ya para driver online dan ojol," kata Yudi kepada GoNews.co, Minggu (3/02/2019).

"Mereka (driver online dan Ojol-red) dibilang mitra tapi semua perjanjian ditentukan sepihak oleh aplikator," Yudi menambahkan.

Persoalan kepastian hukum, kata Yudi, juga tak terlepas dari jaminan sosial yang seharusnya menjadi hak driver online dan Ojol. Saat ini, bukan perusahaan yang membayar iuran BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan para driver online dan ojol.

"Gembar-gembor para aplikator katanya memfasilitasi itu sebatas pendaftaran saja. Andaipun ada asuransi, itu juga driver 100% yang bayar, bukan Aplikator. Malah aplikator dapet untung dari driver!," tukas Yudi menjelaskan.

KATO, kata Yudi, dengan jumlah anggota berkisar 100 ribuan driver mobil online dan ojol, akan terus menuntut keadilan dan kepastian hukum kepada pemerintah.

Sebelumnya, dalam sebuah acara silaturahim dengan driver online di JIEXPO Kemayoran, Jakarta pada Sabtu (12/01/2019), Presiden Joko Widodo mengungkap kebanggaannya kepada para driver online dan ojol. Bagi Presiden, mereka merupakan orang-orang yang berani menembus batas ke model profesi masa depan.

"Berani keluar dari zona nyaman. Berani ke luar dari tradisi dan model pekerjaan baru, model pekerjaan masa depan. Transportasi online," kata Presiden kala itu.***