PEKANBARU - Setelah target pajak air permukaan (PAP) 2018 hanya terealisasi kurang dari 40 persen, Anggota Komisi III DPRD Riau, Marwan Yohanis menilai pemerintah tidak serius dalam mengelola salah satu potensi pendapatan daerah tersebut.

Menurutnya, setelah komisi III DPRD Provinsi Riau yang membidangi perpajakan meninjau langsung ke lapangan beberapa waktu lalu, mereka menemukan sejumlah masalah.

"Meteran yang digunakan perusahaan berasal dari pihak mereka sendiri. Sementara pemerintah tidak tau apakah meteran tersebut berfungsi atau tidak," jelas Marwan kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Selasa (8/1/2019).

"Rentan dicurangi juga, misalnya mereka menyedot banyak air tetapi yang dilaporkan hanya setengahnya. Kan ini yang jadi masalah, pemerintah tidak tau," sambungnya lagi.

Karena itu, ia meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov), DPRD dan dinas terkait bisa serius menangani pajak air permukaan ini. Pasalnya, jika optimal, jumlah pendapatan dari pajak air permukaan tidak sedikit.

"Meteran seharusnya disegel, tidak bisa dilepas-lepas lagi, saya yakin ada peningkatan. Kemaren setelah meninjau, kita panggil dinas terkait untuk melakukan ini. Tinggal bagaimana pengawasannya lagi, serius atau tidak," tutupnya.

Sementara itu, pajak air permukaan Provinsi Riau tahun 2018 tidak bisa mencapai target. Kepala Bidang Pajak Daerah Bapenda Riau, Ispan membenarkan pajak di sektor ini pada Januari hingga 26 Desember 2018 baru mencapai Rp25,6 miliar atau 39,5 persen dari target Rp65 miliar.

Menurutnya, penurunan atau kenaikan Harga Dasar Air berpengaruh kepada realisasi penerimaan pajak air permukaan (PAP) yang diterima daerah.

Ia menyebutkan, perolehan PAP merupakan pajak yang dipungut atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan seperti sungai dan danau atau tidak termasuk air laut. ***