MOJOKERTO -- Polres Mojokerto menetapkan AM (52), pengasuh pondok pesantren (ponpes), sebagai tersangka kasus asusila terhadap santriwati berusia 14 tahun.

Bahwa AM sudah ditetapkan sebagai tersangka persetubuhan dan pencabulan terhadap di bawah umur diketahui dari telah dikirimnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Polres Mojokerto kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto.

Dikutip dari Suara.com, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Mojokerto, Ivan Yoko, membenarkan bahwa Kejari telah menerima SPDP dari kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut kasus yang menjerat pengasuh Ponpes DM di Kecamatan Kutorejo itu.

Dituturkan Ivan, penetapan tersangka terhadap AM dilakukan setelah penyidik Polres Mojokerto melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap terlapor pasca laporan dari kuasa hukum korban pada Jumat (15/10/2021) pekan lalu.

Kejari Mojokerto, kata Ivan, menerima SPDP dari Polres Mojokerto pada, Selasa (19/10/2021) kemarin.

''SPDP sudah diterima Kejaksaan pada hari Selasa kemarin. SPDP tersebut telah atau sudah atas nama tersangka (AM, red),'' katanya, seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Rabu (20/10/2021).

AM diperiksa selama dua hari oleh tim penyidik Polres Mojokerto pasca kuasa hukum korban melaporkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto pada, Jumat (17/10/2021) pelaku lalu.

Senin (18/10/2021), AM diperiksa sebagai terlapor. Pada hari berikutnya, Selasa (19/10/2021), AM diperiksa sebagai tersangka.

AM disangka dengan pasal 82 ayat (1) UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

Ternyata Ilegal

Kepala Seksi (Kasi) Pondok Pesantren, Kemenag Kabupaten Mojokerto, Nur Rohmad mengaku sudah mengetahui kasus yang tengah menjerat AM tersebut.

''Ponpes tersebut tidak memiliki izin operasional atau belum terdaftar di Kemenag. Dulu pernah mengajukan izin, akan tetapi tidak memenuhi syarat,'' ungkapnya, Rabu (20/10/2021).

Nur menjelaskan, untuk mengajukan izin ponpes ke Kemenag Kabupaten Mojokerto sedikitnya ada lima yang harus dipenuhi.

Yakni ada pengasuh yang mukim, memiliki santri mukim minimal 17 orang, terdapat asrama atau tempat tinggal santri, ruang belajar santri dan adanya musala atau masjid.

''Yang bersangkutan mengajukan izin, kemudian kita tinjau. Ternyata hanya rumah biasa yang memang ditempati rumah tahfiz. Jadi belum memenuhi syarat sebagai ponpes. Jadi itu bukan pondok pesantren, akan tetapi rumah tahfidz semacam tempat penampungan gitu, salah itu kalau dikatakan pondok,'' katanya.

Sehingga, lanjut Nur, pihaknya meminta agar tidak menyebut ponpes, karena bisa mencoreng nama dan marwah ponpes. Pihaknya berharap ponpes-ponpes di Mojokerto yang belum berizin segera mengurusnya, agar Kemenag Kabupaten Mojokerto bisa melakukan pembinaan dan pemantauan.

''Saya tidak bisa menyikapi kasus itu, karena bukan kewenangan kami juga kan. Kita berharap pondok yang belum berizin segera mengurus izin, kita tidak memaksa. Kalau sudah berizin kita bisa melakukan pembinaan. Sehingga kalau ada kasus seperti ini kita bisa turun,'' ujarnya.

Gauli Santri

Sebelumnyan diberitakan, kasus asusila yang diakukan AM (52)n pengasuh pondok pesantren, mennghebohkan warga Kecamatan Kutorejo, Mojokerto.

Korban merupakan santrinya sendiri dan masih berusia di bawah umur. AM dikabarkan sudah menggauli korban sejak 2018 silam atau sudah berlangsung selama 4 tahun. Korban ditemani orangtuanya akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto.

Pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Kutorejo itu dilaporkan dengan dugaan mencabuli dan menyetubuhi seorang santriwati.

Korban yang masih berusia 14 tahun tersebut merupakan warga Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Korban dicabuli dan disetubuhi pelaku di salah satu kamar asrama santri putri yang tidak ditempati di ponpes tersebut.

Korban yang kuat lagi, akhirnya melapor ke kedua orang tuanya. Tak terima putrinya dicabuli dan disetubuhi oleh pimpinan ponpes tempat putrinya menimba ilmu tersebut, orang tua korban melaporkan pelaku ke Polres Mojokerto.

Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo, membenarkan pihaknya menerima laporan kasus pencabulan dan persetubuhan itu pada Jumat (15/10/2021).

''Benar, kami hari Jumat yang lalu kami menerima laporan adanya kasus persetubuhan dan pencabulan,'' katanya, seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media SuaraJatim.id, Selasa (19/10/2021).

Sambung Kasat, korban merupakan seorang gadis berusia 14 tahun. Dalam laporannya, korban mengaku telah dicabuli dan disetubuhi oleh pengasuh sebuah pondok yang ada di Mojokerto.

''Para saksi sudah kami periksa, korban sudah kami visum. Senin kemarin, sudah kami periksa terlapor. Korban merupakan santri atau yang mondok di pondok milik terlapor. Kami baru memeriksa saksi-saksi dan korban, apakah ada korban lain, masih dalam proses penyelidikan,'' ujarnya.***