JAKARTA- Pasca pembakaran perumahan masyarakat pengikut Gafatar pada (20/01/2016) yang lalu, Pemerintah didesak oleh berbagai elemen dan tokoh masyarakat untuk bertindak tegas terhadap kelompok Gafatar.

Hal tersebut diungkapkan Direktur The Islah Centre Mujahiddin Nur kepada Legislatif.co (GoNews Group), Sabtu (27/02/2016) di Jakarta.

Menurutnya, Tindakan ini penting sebab persoalan Gafatar berpotensi memicu konflik horizontal dan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa ke depan.Sementara pada sisi lain Gafatar berpotensi menjadi aliran sesat yang bisa berkembang pesat, karena mereka massif melakukan gerakan di kampus-kampus, lembaga bimbingan belajar di samping mereka masuk ke tengah masyarakat melalui kegiatan-kegiatan sosial.

"Kegiatan sosial mereka jadikan sebagai cara mereka untuk mengambil simpai masyarakat di berbagai daerah seperti di Yogyakarta, Ternate, Aceh, Solo, Mojokerto, Sulawesi Tenggara, Poso, Makasar, Depok, Maluku Utara, dan Kalimantan," tukasnya.

Munculnya fenomena aliran sesat Gafatar menurutnya, tidak terlepas dari problem psikologis baik para tokoh pelopornya, pengikutnya serta masyarakat secara keseluruhan. Problem aliran sesat Gafatar mengindikasikan adanya anomali nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat.

"Aliran sesat seperti Gafatar, sebenarnya bukanlah fenomena baru, selain dia mengambarkan anomali, juga kemungkinan adanya deviasi sosial yaitu selalu ada komunitas yang abnormal. Baik ia berada dalam abnormalitas demografis, abnormalitas sosial, maupun abnormalitas psikologis," jelasnya.

Gafatar secara ideologi lanjut Mujahiddin, mereka mengawinkan tiga agama samawi (Islam, Yahudi, dan Kristen) ke dalam satu gerakan organisasi. Artinya, andai ada pengikut Gafatar yang dahulu beragama Islam mereka bisa dikategorikan sebagai muslim anonymous (muslim tanpa identias).

"Mereka adalah umat Islam yang tidak meyakini lagi al-Qur'an, atau hadis sebagai pegangan hidup atau sumber dalam mencari solusi kehidupan. Karenanya menurut saya, apabila aliran sesat ini dibiarkan berkembang maka akan menjadi potensi konflik horisontal yang besar di tengah masyarakat, Presiden harus tegas," pintanya.

Di samping wilayah hijrah atau tempat barak-barak dengan menggunakan trik rekrutmen seperti, memisahkan anak-anak dari orangtua mereka, istri dipisahkan dari suami, cucu dijauhkan dari kakeknya akan menjadi api dalam sekam yang setiap saat pasti akan membara.

"Dalam praktiknya di lapangan ditemukan bahwa Gafatar juga mengajarkan ajaran yang dapat menistakan agama sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. Jika dibiarkan ini tentu berbahaya. Oleh sebab itulah baik para ulama dan tokoh masyarakat meminta pemerintah tegas menindak gerakan ini," jelas Mujahiddin yang merupakan penulis beberapa buku-buku terlaris di Indonesia.

Bahkan, lanjut dia, Kemenag dan MUI diharapkan segera mengeluarkan fatwa soal Gafatar agar permasalahan Gafatar menjadi terang benderan dan tidak membingungkan masyarakat. "Selain harus bertindak tegas, pemerintah juga perlu mendeteksi lebih cepat gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat," tegasnya.

Terkait masalah tersebut, dirinya juga sudah membahasnya dengan mengadakan seminar-seminar seperti yang diselenggarakan di Auditorium UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada tanggal 25 Februari 2016 yang lalu. ***