JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menghimbau agar penyelenggara pemilu seperti KPU, dan Bawaslu mengaktifkan media center -nya 24 jam, sehingga kalau ada pengaduan masyarakat atas adanya dugaan kecurang serta kejanggalan dari proses pemiliha dapat ditanggapi secepatnya. Sehingga seluruh dugaan kejanggalan dan kecurangan itu mendapatkan penjelasan yang memadai dan memuaskan.

"Hanya dengan cara itu masa-masa pasca pencoblosan ini berlangsung damai, dan terhindar dari konflik," kata Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan, Rabu (17/4/2019)

Apalagi, lanjut Fahri, pasangan capres dan cawapres nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, telah menyampaikan pesan agar pendukungnya tenang dan damai. Maka seharusnya KPU dan Bawaslu menyambut baik dengan mengaktifkan media center dan pusat respon yang aktif 24 jam.

"Yang saya perhatikan saat ini, peran KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai penyelanggara pemilu, terkesan tidak ada pasca pencoblosan. Justru peserta pemilu dan lembaga-lembaga survei yang banyak bicara," sebut inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu lagi.

Sementara media sosial dan masyarakat melaporkan dari TPS (tempat pemungutan suara), masing-masing tentang kejanggalan, kecurangan dan dugaan pelanggaran. Otoritas negara penyelenggara pemilu diam seribu bahasa. Akibatnya, ruang publik jadi ke petisi lanjutan.

"Ada apa dengan KPU? Negara hilang ketika di tengah masyarakat terjadi pembelahan dan keresahan, sehingga semua jadi ngambang. Dan ini bahaya," ujar Fahri khawatir.

Seharusnya, tambah Fahri lagi, pencoblosan adalah akhir kompetisi. Lalu kalau ada sengketa tinggal menunggu proses hukum. Tapi, absennya KPU dan Bawaslu, secara tegas, penuh basa basi dan tidak memberikan kepastian membuat masyarakat tetap tidak tenang.

"Sekali lagi, jangan buka celah sengketa lanjutan. Jangan biarkan rakyat saling berkompetisi data tentang kecurangan dan kejanggalan. KPU dan Bawaslu harus turun tangan menjawab semuanya sekarang. Jangan tunggu situasi lain," tegas Anggota DPR RI dari dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.***