JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada potensi kerugian Negara lebih dari Rp900 miliar dari kunjungan kerja (kunker) perorangan anggota DPR.

Menanggapi hal itu, anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR, Amelia Anggraini menegaskan bahwa publik harus melihatnya secara obyektif.

"Kita harus melihatnya pada kaca mata yang obyektif," kata Amelia di Gedung DPR, Senayan, Selasa (17/05/2016).

Dalam konteks kunker fiktif anggota DPR, Amelia meminta publik melihat dalam perspektif yang holistik. Dia mencontohkan, kunker ke luar negeri yang dilakukan oleh Komisi I, maupun BKSAP. Kedua alat kelengkapan dewan itu, fungsinya menjalankan diplomasi hubungan luar negeri.

Dalam kegiatan-kegiatan internasional, menurut Amelia, anggota DPR menjalankan tugasnya untuk berpartisipasi aktif pada forum-forum internasional, diantaranya; forum Inter Parliamentery Union (IPU), Women in Parliaments Global Forum (WIP), forum Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD), Asean Inter Parliamentary Assembly Fact Finding Committee (AIFOCOM), belum lagi forum-forum regional.

"Jadi, jangan sampai karena persepsi yang salah, lembaga DPR jadi terkucilkan dari pergaulan internasional sehingga nantinya tidak dapat memaksimalkan fungsi dan tugasnya dengan baik," ungkapnya.

Menurut Amelia, apa yang menjadi catatan masyarakat terhadap kinerja DPR menyangkut pertanggungjawaban yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan DPR dalam menjalankan fungsinya. Hal ini, sebagaimana diatur pada Pasal 20A UUD 1945, yakni anggota DPR menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, anggaran, dan representasi.

Bahwa, ada yang menyebut beberapa 'oknum' melakukan tindakan tercela dengan melakukan kegiatan fiktif. Namun demikian, hal itu tidak bisa digeneralisir.

"Sudah pasti itu tidak bisa dibenarkan secara moral, dan tanggung jawab politik itu menjadi otokritik bagi kami," ujarnya.

Politisi NasDem itu menegaskan, bahwa kunker fiktif anggota DPR jangan serta merta semua digeneralisir bahwa semua anggota bekerja tidak benar. Untuk membenahi sistem di internal, Amelia mengusulkan ada mekanisme kontrol dari masing-masing pimpinan fraksi.

"Untuk pembenahan anggotanya, fraksi harus mengidentifikasi anggota-anggotanya yang indispliner. Harus ada mekanisme punishment," imbuhnya.

Pembenahan lain, sambungnya, mengedukasi masyarakat supaya memiliki cara berpikir obyektif. Pasalnya, anggota DPR itu representasi mereka.

"Diperlukan edukasi masyarakat supaya berpikir obyektif dan kritis merespon informasi, dan tidak serta merta menghujat dan berfikir negatif pada institusi DPR agar kewibawaan DPR sebagai simbol Negara tetap terjaga," pungkasnya. ***