BALI - Perwakilan DPD RI, Intsiawati Ayus, mempertanyakan komitmen politisi MPR dalam menindaklanjuti rekomendasi MPR periode sebelumnya. Dari banyak fraksi politik yang ada di Rumah Kebangsaan itu, hanya PKS yang dinilainya masih memegang komitmen.

Ayus, menyampaikan itu usai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi Pimpinan dan Anggota MPR RI dengan awak media di Bi, Jumat, (15/11/2019), malam. Acara itu, dihadiri para ketua dari Fraksi PKS, NasDem, Demokrat, dan PPP.

Di wawancarai terpisah, Ketua Fraksi PKS MPR RI, Tiffatul Sembiring, juga menanggapi soal rekomendasi MPR periode lalu itu. Terkait amandemen, kata Tiffatul, "di periode lalu saya kan di badan pengkajian, kalau kita buka amandemen maka DPD mengusulkan perubahan pasal 22 d terkait penguatan DPD bahwa mereka ikut memutskan pembuatan Undang-Undang dan pengangguran,".

"Nah, ini sendiri kan yang lain nggak mau berbagi kekuasaan," ungkap Tiffatul.

Sementara itu, lanjut Tiffatul, PDIP dan Gerindra lebih condong untuk kembali ke UUD 1945. Yang menurut Tiffatul, konsekuensi ya, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dibubarkan, dan Pemilihan Presiden ke MPR lagi.

"Jadi apa lagi yang mau diomongin? Yang lain-lain nggak mau berbagi kekuasaan dengan DPD, itu realita. Siapa mau? Orang sekarang sudah sembilan fraksi, dia (DPD) cari lawan lagi, satu lawan lagi, malas lah! Pikiran mereka begitj karena mereka tak mau berbagi kekuasaan," katanya.

Sehingga, menurut Tiffatul, isu amanden UUD 1945 masih dimungkinkan, tapi menjadi sangat terbatas pada Haluan Negara, agar Indonesia memiliki peta jalan pembangunan yang berkesinambungan, sehingga tak ganti Presiden ganti pula visinya.

Sebelumnya, Intsiawati mengungkapkan, akan sangat elok jika kewenangan DPD bisa bersanding dengan kewenangan DPR. Fungsi legislasi DPD yang diperkuat, penting untuk perjuangan DPD sebagai pembawa aspirasi daerah. Toh, setiap kebijakan pemerintah pusat-bersumber dari UU, dan berlaku serta berdampak di daerah.***