PEKANBARU - Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau, kembali mengungkap pencurian minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Jalan Lintas Riau - Sumatera Utara, Dusun Karya, Kelurahan Banjar XII, Rokan Hilir.

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto mengatakan, dari pengungkapan yang dilakukan, pihaknya berhasil menangkap lima orang pelaku.

Diantaranya IS alias Irfan (27) ditangkap di lokasi kejadian, yang berperan sebagai pemilik warung yang digunakan untuk kamuflase saat mengebor dan memasang selang ke pipa jaringan minyak PT CPI, ke mobil tangki pengangkut minyak, dan memantau pergerakan petugas sekuriti PT CPI yang berpatroli mengecek jaringan pipa.

Tersangka kedua RT alias Ridwan (45), yang berperan sebagai sopir truk tanki pengangkut minyak mentah. Kemudian tersanka M alias Alan (42) ditangkap di daerah Mandau, Kabupaten Bengkalis, yang berperan menggali tanah dan memasang selang minyak disalurkan ke truk tangki.

Selanjutnya tersangka ke 4 ZH alias Zulfa ditangkap diwilayahnya Tanjung Gusta, Deli Serdang, Sumatera Utara, yang merupakan pecatan sekuriti mitra CPI sebagai koordinator lapangan. Sebagai Korlap, ia bertugas mengebor pipa dan membayarkan uang setiap bongkar ke pelaku lainnya. Dan yang terakhir adalah tersangka kelima berisinisial JS alias Junjungan sebagai penanggung jawab lapangan PT FTA.

"Komplotan pencuri minyak mentah ini menggunakan modus operandi dengan berpura-pura membuka warung makanan sebagai kamuflase dalam menjalankan aksinya. Caranya, menggali dan mengebor pipa jaringan milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan memasang kran maupun selang di Jalan Lintas Riau-Sumatera Utara, lalu nanti dibawa menggunakan mobil tangki," terang Sunarto, di Pekanbaru Selasa (7/4/2020).

Adapun barang bukti yang disita petugas berupa, 20 tangki duduk dengan kapasitas masing-masing 27 ton minyak mentah serta, drum-drum digunakan sebagai tempat penampungan hasil kejahatan dan sekaligus sebagai lokasi pengendalian operasional PT FTA.

"Pencurian minyak mentah atau illegal tapping ini sangat merugikan negara dengan perkiraan kerugian Rp 2,4 miliar. Pelaku menjual minyak mentah hasil kejahatannya ke perusahaan penampung di kawasan industri Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara," ujar Sunarto.

Terakhir Sunarto menyampaikan, pengungkapan ilegal tapping ini merupakan komitmen Polda Riau dalam menjaga dan mengamankan iklim investasi sesuai perintah Presiden Joko Widodo.

Terpisah, Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Riau, Kombes Pol Zain Dwi Nugrho mengatakan, ketiga pelaku berinisial IS, RT, dan M sudah sering beraksi mencuri minyak mentah, selama tiga bulan terakhir, Januari-Maret 2020. Ketiganya beraksi sebanyak 3 kali di lokasi yang sama kemudian dikirim dan dijual ke kawasan industri Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Minyak yang dicuri dijual ke PT FTA, kemudian digunakan sebagai bahan bakar industri aspal/ Semen cor. Perusahaan tersebut tak hanya menampung dari komplotan ini, diduga juga dari kelompok lainnya," kata Zain Dwi Nugroho.

Pada saat menggerebek gudang milik PT FTA, di Desa Manunggal, Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Polda Riau menangkap pelaku kelima berisinisial JS alias Junjungan sebagai penanggung jawab lapangan PT FTA.

Dari pelaku JS, jelasnya, terungkap ia berperan menyiapkan kendaraan truk tangki tronton untuk membawa minyak mentah curian. Tak hanya itu, JS juga memberikan uang operasional kepada sopir truk RT alias Ridwan.

"Di gudang itulah kita menyiita 20 tangki duduk dengan kapasitas masing-masing 27 ton minyak mentah serta drum-drum digunakan sebagai tempat penampungan hasil kejahatan dan sekaligus sebagai lokasi pengendalian operasional PT FTA," jelas Zain Dwi Nugroho.

Terakhir Zain Dwi Nugroho menegaskan, akan terus mengembangkan kasus ini guna penyelidikan terhadap kelompok lainnya, termasuk memburu dua pelaku belum tertangkap. Keduanya saat ini Sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), termasuk OP alias Obaja, petinggi PT FTA.

"Sedangkan lima pelaku yang tertangkap dipersangkakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama 7 tahun," tutupnya. ***