JAKARTA - Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR RI menyarankan agar Komisi X tetap melanjutkan agenda Prolegnas (program legislasi nasional) dan tidak tergesa-gesa menggarap Omnibus Law yang butuh kajian panjang.

"Melihat urgensi saat ini, maka barangkali Komisi X tetap memprioritaskan agenda untuk Prolegnas (dan prioritas, red) tahunan. Artinya, untuk tidak tergesa-gesa masuk ke area omnibus law karena omnibus law membutuhkan waktu yang cukup lama sementara kita juga ada agenda legislasi di Komisi yang perlu dilaksanakan," kata Plt BKD DPR RI, Inocentius yang disapa 'Pak Ino' dalam rapat di ruang rapat Komisi X, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (14/11/2019).

Sebelum menyatakan demikian, BKD terlebih dahulu memaparkan apa yang dimaksud dengan Omnibus Law. Sebagai 'UU Sapu Jagat' yang bisa mencabut, mengubah atau memberlakukan beberapa UU lain dalam satu UU, Omnibus Law bukanlah barang baru di sejarah perundangan nasional.

UU Pemerintahan Daerah yang 'melikuidasi' beberapa UU, dimana terdapat UU tentang Pembentukan Peraturan Daerah dan UU tentang MPR/DPR di dalamnya, disebut sebagai contoh dari Omnibus Law.

BKD lantas memaparkan catatan mereka atas beberapa perundangan yang terkait dengan kewenangan Komisi X. Beberapa dinilai ideal untuk berdiri sendiri, dan ada juga yang dinyatakan mungkin untuk ditempuh dalam sebuah produk Omnibus Law.

Dari sekian banyak review-nya, RUU Guru dan RUU Dosen, menjadi UU yang menurut BKD ideal untuk berdiri sendiri-sendiri. Sementara rancangan UU Pariwisata Khusus yang merupakan amanat UU Kepariwisataan, disebut BKD, memungkinkan untuk dibuat menjadi Omnibus Law.

"Karena Pariwisata ini kan suatu sektor besar, terkait dengan Perhotelan, Perizinan, investasi, Pertanahan, Kebudayaan, dan lain sebagainya. Pariwisata juga terkait dengan banyak UU termasuk UU tentang Pemerintahan Daerah, Perpajakan, Pendapatannya juga seperti apa, karena pajak di pariwisata juga cukup banyak, atau supaya bisa memberikan insentif di bidang pariwisata," papar Pak Ino.

RUU Guru dan RUU Dosen, dijelaskan BKD, sebagai RUU yang diminta oleh DPR periode lalu. BKD pun telah tuntas menyiapkan naskah akademiknya. Sementara RUU Pariwisata Khusus, merupakan amanat DPR periode lalu terkait dengan UU yang diamanatkan oleh UU, dalam hal ini RUU Pariwisata Khusus merupakan amanat dari UU tentang Kepariwisataan.

Ketiga UU itu, menjadi perundangan yang direkomendasikan BKD DPR pada Komisi X untuk menjadi agenda legislasi prioritas 2020.

Menanggapi rekomendasi itu, Pimpinan Rapat, Dede Yusuf Macan Effendi, meminta satu lagi rekomendasi UU agar berjumlah 4 perundangan yang akan diajukan ke Baleg (Badan Legislasi) DPR RI.

Hingga kemudian dicatatkan, UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai rekomendasi selanjutnya. "Guru dan Dosen itu kan bisa juga jadi satu. Setelah ini baru saya lempar ke Anggota," kata Dede.***