KITA awali dengan menampilkan ayat Alquran (QS. Hud: 118), ”Seandainya Allah  menghendaki, Dia menjadikan manusia satu umat saja, satu pendapat saja. Tapi mereka karena kemampuannya berbeda-beda, maka akan selalu ada perbedaan pendapat".

Fenomena berbeda pendapat telah berkembang bersama dengan lahirnya masyarakat dan hanya akan berakhir dengan berakhirnya masyarakat itu pula, yaitu kiamat. Begitu pula umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad, perbedaan pendapat sudah ada terutama dalam beribadah.

Faktor apa penyebab perbedaan pendapat itu?

Pertama, dari penafsiran redaksi ayat-ayat dan hadist nabi. Tidak seorang pun yang dapat memastikan maksud yang sebenarnya dari suatu redaksi/tulisan, kecuali penulis/pengarangnya. Sehingga pengertian yang dipahami oleh pembaca atau pendengar dapat saja bersifat relatif. Yang tahu persis tentang isi Alquran hanyalah Allah dan Rasul.

Contoh kalimat dari penafsiran satu redaksi dalam bahasa Indonesia: Saya juga belum makan. Kalimat ini dapat mengandung arti yang berbeda-beda tergantung pemahamannya. Ada yang memahami yaitu, “Saya masih kenyang”, ada yang menafsir “Saya sedang lapar’, ada pula yang mengatakan “Jangan habiskan makanan itu”. Itu baru kalimat dalam Bahasa Indonesia, apalagi dalam bahasa Alquran.

Kedua, riwayat hadist. Boleh jadi diketahui dan diakui oleh seorang ulama, tapi tidak diketahui dan tidak diakui keshohehnya oleh ulama lain.

Berbeda pendapat itu tidak masalah karna merupakan Sunnatullah. Yang menjadi masalah adalah menimbulkan perpecahan yang membuyarkan persatuan umat. Terjadi saling tuding, yang benar adalah kelompoknya dan yang lain haram. Padahal yang menetapkan salah dan benar itu hanyalah agama Allah atau Rasulullah, bukan manusia.

Oleh sebab itu, manusia termasuk ustad, guru maupun dosen, seharusya mereka memulai perkataannya dengan kata-kata ‘menurut saya’. Agama jangan digiring kepada benar atau salah, akan tetapi kepada setuju atau tidak setuju.

Untuk menyikapi perbedaan pendapat ini agar Ukhuwah tetap terjaga, para ulama memperkenalkan konsep-konsep antara lan :

1. Konsep Tannawul Ibadah. Konsep ini meyakini adanya keragaman cara beribadah yang pernah dipraktekkan nabi, selama merujuk kepada Rasul. Dalam konsep ini agama tidak bertanya 5 + 5 = berapa, tapi yang ditanyakan 10 = berapa + berapa (banyak jalan bisa ditempuh).

2. Konsep Almukhti fil ijtihad lahu ajr. Dalam konsep ini yang salahpun dalam berijtihad tetap mendapat ganjaran dari Allah, karena yang menetapkan salah dan benar hanyalah Allah dan Rasul. Hanya saja para mujtahidnya betul-betul bermutu dan berilmu yang luas (Allah sangat menghargai ijtihad seseorang).

Jika kedua konsep ini dipahami dengan baik akhirnya umat islam akan sepakat untuk berbeda pendapat. Apabila sepakat untuk berbeda pendapat insyaallah: saling tuding,saling mengharamkan akandapat dihindari. Jika tidak speendapat untuk berbeda pendapat, inilah biang kehancuran umat. Padahal Allah sellau mengingatkan ”Janganlah kalian berpecah-pecah” (QS. Ali Imran: 103).

Biarlah umat berbeda pendapat, yang penting kita tetap bersaudara, bersatu dan saling menghargai. Berbeda dalam persaudaraan dan bersaudara dalam perbedaan. Mari kita contoh imam-imam mazhab, dimana mereka berbeda-beda dalam cara beribadah namun mereka saling menghormati dan saling menjaga pendapatnya masing-masing, malah saling memuji. Jangan lupa hadist shohih, “sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara”.***