PEKANBARU - Banjir yang terjadi hampir setiap tahun di daerah aliran sungai (DAS) Siak, di kawasan Meranti Pandak, Pekanbaru, disebabkan alih fungsi lahan di bagian hulu sungai. Bila ingin mencegah banjir di DAS Siak, maka daerah di bagian hulunya harus dipulihkan fungsinya.

Demikian dikatakan pakar lingkungan dari Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) Mubarak pada Diskusi Refleksi Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Riau, di Kampus Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) di Jl Tuanku Tambusai, Pekanbaru, Selasa, 19 Desember 2017.

''Kerusakan lingkungan di bagian hulu, menyebabkan tak ada lagi kawasan penahan air, sehingga air hujan yang turun semuanya mengalir dengan cepat ke sungai yang mengakibatkan air sungai meluap di bagian hilirnya, seperti DAS Siak di Meranti Pandak,'' kata Rektor Umri tersebut.

Pada diskusi yang dipandu Fachri Yasin tersebut, selain Mubarak, juga hadir sebagai pembicara Adnan Kasry (dosen Pasca Sarjana Lingkungan Hidup Universitas Riau), Nelson Sitohang (dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau), Mardianto Manan (Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Riau), Jony S Mundung (aktivis lingkungan hidup), Hasan Basril (Pemimpin Redaks GoRiau.com), Joko S (dari Ditkrimsus Polda Riau) dan Anis Susanti Aliati (Kepala Bidang Badan Pengendalian Perencanaan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Pusat Pengendalian Pembangunan Eregion Sumatera).

Mubarak menambahkan, sementara titik-titik banjir lainnya di Kota Pekanbaru, sebenarnya bisa diatasi dengan membangun saluran air yang memadai. ''Buktinya, dulu simpang Tabek Gadang tergenang air cukup lama bila turun hujan lebat, namun belakangan bisa dengan cepat kering setelah dibuatkan saluran untuk menyeberangkan air,'' sambungnya.

Sedangkan Mardianto Manan mengatakan, yang terjadi di Pekanbaru bukanlah banjir, melainkan air yang tergenang karena tak bisa ke mana harus mengalir, sebab tak dibuatkan drainasenya.

Kalaupun ada drainase, kata Mardianto, posisi air lebih rendah, sehingga tetap tak bisa mengalir. ''Masa air disuruh mendaki, ya tidak mungkinlah,'' kata Mardianto.

Menurut Mardianto, tidak sulit mengatasi genangan air di Pekanbaru, bila ada niat baik dari pemerintah membangun saluran air yang benar. ''Misalnya genangan air di Jl SM Amin, dekat gerbang kampus Unri, bisa diatasi dengan membuatkan saluran untuk menyeberangkan air,'' jelasnya.

Khusus di kawasan Panam, lanjut Mardianto, beberapa titik genangan air di ruas jalan bisa diatasi dengan membuatkan saluran untuk menyeberangkan air. Sebab, genangan air hanya terjadi pada sebelah jalur dari dua jalur badan jalan. ''Kalau air bisa diseberangkan, maka tidak akan terjadi genangan dalam waktu lama. Jadi sederhana sekali cara mengatasinya,'' ujarnya.

Nelson Sitohang menilai, hingga kini penanganan masalah banjir di Pekanbaru belum dilakukan secara holistik, sehingga tidak mengherankan bila hasilnya belum maksimal.

''Penanganan banjir harus dilakukan secara holistik bila ingin hasilnya lebih baik,'' kata Nelson.

Menurut Nelson, penanganan secara holistik ini tidak hanya untuk masalah banjir, tapi juga perlu diterapkan untuk masalah lingkungan hidup lainnya.

Sementara Hasan Basril berpendapat banjir di Kota Pekanbaru disebabkan kesalahan dan kelalaian pemerintah. ''Kesalahan pemerintah bisa berupa pemberian izin membangun perumahan di lahan-lahan yang seharusnya menjadi area tangkapan air atau aliran air. Sedangkan kelalaian bisa berupa lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan aturan,'' ucapnya. rls