JAKARTA - Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) melaporkan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi, pada Senin (6/1/2020).

Dugaan korupsi politisi Golkar itu, menyusul adanya pengakuan dari mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa, yang mengaku pernah diminta Azis uang fee sebesar 8 persen dari penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) perubahan tahun 2017.

"Saudara Azis Syamsuddin selaku kepala Banggar DPR RI periode 2016-2019 diduga meminta uang fee terkait pengesahan dana alokasi khusus DAK Kabupaten Lampung Tengah," Ketua KAKI, Arifin Nur Cahyono, kepada wartawan di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020).

Lebih lanjut Arifin menekankan, menurut Pasal 184 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), definisi alat bukti menurut keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Arifin mengakui bahwa pengakuan Mustafa pada media terkait Azis beberapa waktu lalu belumlah terkualifikasi sebagai alat bukti. Terkecuali pernyataan tersebut sudah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atau telah menjadi fakta persidangan. Namun demikian menurutnya, pernyataan Mustafa tersebut dapat digunakan sebagai bukti petunjuk oleh KPK untuk menemukan alat bukti sebagaimana Pasal 184(1) KUHAP.

"Oleh karenanya, dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang sejatinya KPK dapat memeriksa Saudara Azis Syamsudin berkenaan dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana di atas," tekannya.

Pakar Hukum, Feri Amsari menjelaskan, pada dasarnya, pengakuan Mustafa bisa dianggap KPK sebagai bukti permulaan. Bukti permulaan itu digunakan untuk menguak tabir dugaan kasus korupsi tersebut.

"Itukan bisa dianggap sebagai bukti permulaan ya, agar kemudian aparat penegak hukum bisa bertindak," ujar Feri.

Meski demikian, diakuinya pengungkapan kasus tersebut tergantung pada aparat penegak hukum atas pengakuan dari Mustafa. Sebab pernyataan Mustafa merupakan tuduhan yang sangat serius.

"Malah akan jadi aneh kalau kemudian aparat penegak hukum mengabaikan pernyataan itu. Karena bisa dianggap pernyataan itu sebagai whistleblower, peniup pluit agar kemudian sebuah kasus bisa terbongkar," tandas Feri.

Feri pun meminta KPK untuk segera memeriksa Mustafa demi menggali kebenaran dari pengakuan dia.

"Harus (dimintai keterangan). Kan dia (Mustafa) adalah orang yang pertama meniup pluit bahwa ada sebuah kasus. Sehingga harusnya tidak mungkin tidak," pungkasnya.

Sebelumnya, mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa mengaku diminta Ketua Banggar DPR RI saat itu, Azis Syamsuddin untuk menyerahkan 8 persen dari penyaluran DAK perubahan 2017.

Saat itu kata Mustafa dia diajak oleh mantan Ketua DPRD Lampung Tengah Fraksi Golkar, Junaidi untuk bertemu dengan Azis Syamsuddin. Junaidi sendiri terjerat beberapa kasus korupsi di Lampung Tengah.

Saat bertemu, Mustafa mengaku terkejut. Sebab saat itu Azis meminta 8 persen sebagai fee dari DAK yang akan diterima daerah yang dipimpinnya. Mustafa pun meminta Azis untuk berkomunikasi dengan Kepala Dinas Bina Marga yang kala itu dijabat oleh Taufik Rahman. Taufik Rahman pun telah divonis hakim.

Namun belakangan, menurut Mustafa, berdasarkan laporan dari Taufik, Azis Syamsuddin tidak lagi meminta fee sebesar 8 persen, melainkan 10 persen.***