ROHINGYA - Kaum minoritas muslim Rohingya tak lagi berdiam diri. Lewat kelompok bernama Harakah al-Yaqin, sebagian dari mereka kini memilih berdiri dan angkat senjata melawan pemerintah Myanmar, yang telah berpuluh tahun menindas penduduk Rohingya.

"Orang-orang kami telah dianiaya selama 50–60 tahun. Ini membuat para gerilyawan mendulang dukungan," kata Rahim, seorang guru dari Desa Dar Gyi Zar di utara Maungdaw, Rakhine, seperti dikutip Reuters kemarin. Rahim termasuk di antara 70 ribu orang Rohingya yang terpaksa kabur ke Bangladesh selepas insiden berdarah Oktober lalu.Rahim bukan anggota Harakah al-Yaqin-istilah Arab untuk Gerakan Orang-orang yang Berkeyakinan. Begitu pula Muhammad Shah, 26 tahun, warga Rohingya dari Desa Yae Khat Chaung Gwa Son di Rakhine, barat laut Myanmar. Namun Shah mengklaim bahwa ia menyadari aktivitas kelompok itu sekitar enam bulan sebelum serangan Oktober meletus.

Dalam sejumlah kesempatan, Shah melihat sekitar 30 pemuda lokal, yang diyakininya menjadi anggota Harakah, tengah berlatih militer di sebuah lahan bekas hutan di dekat desanya. Mereka berlatih dengan senjata kayu. "Saya mendukung mereka," kata dia.

Harakah al-Yaqin mendalangi tiga serangan pada 9 Oktober 2016. Saat itu kelompok gerilyawan ini diduga menyerang pos-pos perbatasan dekat Bangladesh, menewaskan sembilan polisi Myanmar. Tentara Myanmar melancarkan serangan balik. Rumah-rumah di desa-desa Rohingya diserbu dan dibakar. Ratusan orang tewas dalam aksi balasan itu, memicu gelombang besar pengungsi Rohingya ke Bangladesh.Seorang anggota senior Harakah, Mohammed Noor, yang ditangkap bersama 13 anak buahnya, bulan lalu divonis mati karena terbukti memimpin salah satu serangan itu. "Mereka melatih (penduduk lokal) karate dan menembakkan senjata," kata Kapten Polisi Yan Naing Latt, penyelidik yang memeriksa para tersangka di penjara Sittwe.Laporan International Crisis Group menyebutkan bahwa Harakah al-Yaqin dipimpin oleh Ata Ullah, seorang Rohingya yang lahir di Pakistan dan tumbuh di Arab Saudi. Ata pernah muncul dalam sebuah rekaman video di Internet. Ia mengutip ayat Al-Quran dan menyerukan "jihad" di Rakhine, tempat bagi 1,1 juta warga minoritas muslim Rohingya.Beberapa warga desa Rohingya membenarkan bahwa pria dalam video itu salah seorang dari mereka yang pernah memimpin perekrutan dan pelatihan di desa-desa. "Dia sering ke sini. Dia berkata ke penduduk desa bahwa ia akan memperjuangkan hak-hak kami," kata seorang guru sekolah dari Desa Kyar Gaung Taung.Pemerintah Myanmar mengklaim Ata dan pentolan Harakah lainnya, seorang warga Pakistan, pernah ikut pelatihan teroris dengan Taliban. Tapi  belum ada bukti kuat yang mengaitkan Harakah dengan sejumlah kelompok ekstremis global, seperti faksi Al-Qaidah di India, Tehreek-e-Taliban di Pakistan, hingga Negara Islam Irak dan Suriah.Seorang perwira intelijen senior militer Myanmar mengatakan Harakah telah merancang perlawanan sejak 2013. Namun mereka baru dapat menghimpun kekuatan dan dana mulai 2015. "Mereka merekrut ratusan pemuda muslim dan berpendidikan," kata dia.Sejumlah anggota kelompok itu adalah para pelajar madrasah dan penjaga masjid yang frustrasi setelah pemerintah Myanmar menutup sekolah dan tempat ibadah kaum muslim Rohingya selepas kerusuhan hebat 2012. "Kami meraup dukungan anak sekolah hingga orang tua," kata seorang pentolan Harakah kepada jurnalis Dhaka Tribune, Adil Sakhawat. Kebangkitan Milisi RohingyaSekitar selusin orang Rohingya telah berbicara kepada Reuters mengenai aktivitas Harakah al-Yaqin. Kelompok militan itu diketahui melancarkan serangan mematikan terhadap pos-pos polisi perbatasan pada Oktober tahun lalu. Konflik komunal telah lama berlangsung di Rakhine, negara bagian di barat laut Myanmar, tempat bagi 1,1 juta warga muslim Rohingya. Mereka kerap diperlakukan diskriminatif oleh penduduk mayoritas Buddha.Penduduk desa menggambarkan kelompok kecil pemberontak yang dipimpin seorang keturunan asing merekrut ratusan anak muda, melatih mereka secara sembunyi-sembunyi selama berbulan-bulan di ladang dan hutan.