JAKARTA -- Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menargetkan fee program bantuan sosial (bansos) Rp35 miliar. Dari target tersebut, Juliari sudah menerima Rp11,2 miliar.

Dikutip dari Kompas.com yang melansir dari Antara, terdakwa dugaan tindak korupsi Bansos yang juga menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso, mengungkapkan hal itu dalam dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/6/2021).

''Di putaran pertama jumlah fee setoran tahap 1, 3, komunitas, 5 dan 6 adalah Rp14,014 miliar dan sudah diserahkan sebanyak 5 kali ke Pak Juliari sebesar Rp11,2 miliar,'' kata Joko.

Joko mengaku menyerahkan uang fee setoran itu ke Juliari melalui pejabat kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono.

Lalu, Adi Wahyono memberikan uang itu kepada ajudan Juliari, Eko Budi Santoso dan sekretaris pribadi Juliari, Selvy Nurbaety.

''Saya konfirmasi ke terdakwa untuk memastikan uang yang diberikan Pak Eko dan Bu Selvy apa sudah diterima atau belum, kemudian dari beberapa pertemuan atau menghadap (Juliari) kita juga diminta untuk melanjutkan pengumpulan fee sampai bulan Juni-November,'' sebut Joko.

Dalam kesaksiannya Joko mengaku tidak hanya diminta untuk mencari fee Rp10.000 per paket sebagai fee setoran, tetapi juga diminta Juliari untuk mencari Rp1.000 per paket bansos sebagai fee operasional.

Joko mengatakan, target itu sulit tercapai terutama ketika harus melakukan penagihan ke perusahaan-perusahaan yang merupakan rekomendasi pejabat.

''Jadi kami tidak berani minta. Jadi saya laporkan ke Pak Adi Wahyono, lalu Pak Adi diminta untuk follow up perusahaan-perusahaan tersebut untuk bisa memenuhi kewajiban bayar fee,'' kata dia.

Pada Juli 2020 saat memberikan laporan pendapatan fee ke Juliari, kata Joko, pendapatan fee itu masih jauh dari target yang ditetapkan.

Adapun target yang diberikan adalah Rp35 miliar, tetapi uang fee baru terkumpul Rp11,2 miliar di pengadaan bansos periode I.

''Di Juli disampaikan Pak Adi bahwa di putaran pertama kami hanya bisa berikan Rp11,2 miliar, dan masih kurang Rp24 miliar lagi,'' ucap Joko.

Diketahui, setelah target itu tak tercapai pada periode II pengadaan bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek periode Juli-November 2020, Juliari kemudian merubah skema pemberian kuota pengadaan bansos para vendor.

Pada skema yang baru, menurut Joko, Juliari melibatkan dua politikus asal PDI-P sekaligus anggota DPR, yakni Ketua Komisi III DPR Herman Hery dan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ikhsan Yunus.

Herman Hery dan Ikhsan Yunus dilibatkan untuk turut menentukan pembagian kuota pengadaan bansos ke vendor-vendor perusahaan di periode kedua.

''Perubahan polanya dari 1,9 juta paket per tahap, 1 juta paket dikoordinir oleh Pak Herman Hery, yang 400.000 paket dikoordinir Ikhsan Yunus, 200.000 paket oleh Pak Juliari sendiri dan 300.000 paket istilahnya bina lingkungan,'' ucap Joko.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Juliari telah menerima uang fee dana bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020 sebesar Rp32,48 miliar.

Uang itu diduga dipakai Juliari untuk dirinya pribadi, biaya operasional di lingkungan Kemensos, dan membaginya ke beberapa petinggi Kemensos dengan jumlah yang berbeda-beda.***