PEKANBARU - Keputusan Syarwan Hamid yang akan mengembalikan gelar adatnya, dikarenakan LAM Riau menganugerahkan gelar adat tertinggi kepada Presiden Joko Widodo, dinilai Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) sebagai provokasi politik.

Presiden Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) Raya Desmawato, Selasa, (18/12/2018) menyatakan, RJCI menilai alasan Syarwan mengembalikan gelar adatnya itu tidak relevan dan bermotif politik, karena Syarwan dinilai dekat dengan kelompok Paslon Capres Prabowo - Sandi.

"Kami tidak dalam posisi mencampuri urusan internal Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Tapi, ketika nama Jokowi dibawa-bawa dalam perdebatan tersebut, apalagi cenderung menyudutkan Jokowi, maka kami akan mengambil sikap. Urusan politik harus dipisahkan dari kehormatan LAM, penganugerahan gelar kehormatan adalah urusan kebudayaan, tapi mengapa selalu digiring menjadi masalah politik," tegasnya dalam keterangan tertulis yang dikiriim ke GoRiau.com, Selasa (18/12/2018).

Menurutnya, Jokowi tidak pernah meminta atau memaksa agar diberikan gelar kehormatan dari siapapun dan lembaga apapun. Banyak pula kampus-kampus beken yang ingin memberikan gelar doktor kehormatan, namun ditolak oleh Jokowi.

"Sebagai presiden, Jokowi tak pernah meminta-minta gelar kehormatan dari siapapun dan dari lembaga apapun. Namun, sebagai pemimpin yang baik, Jokowi menghormati eksistensi lembaga-lembaga kebudayaan, lembaga adat dan kemasyarakatan dan tidak mungkin menolak jika lembaga kebudayaan masyarakat ingin mengapreasiasi kinerja beliau," paparnya.

Sementara itu, menurutnya pemberian gelar adat Datuk Seri Setia Amanah Negara adalah dalam kapasitas Jokowi sebagai presiden dan bukan calon presiden. Sehingga tak pantas jika diseret pemberian gelar itu adalah Jokowi sebagai Capres.

"Banyak pula yang panas karena Jokowi menerima gelar kehormatan tertinggi dari LAM tersebut. Padahal, presiden sebelumnya (SBY) juga pernah menerimanya dari LAM Riau," ujarnya.

Namun demikian, Raya menilai, rencana pengembalian gelar adat oleh Syarwan Hamid ke LAM Riau sebagai hak pribadi yang bersangkutan. Itu merupakan urusan pribadi Syarwan dengan LAM Riau dan tak bisa dihalangi.

Meskipun pihaknya heran mengapa rencana pengembalian gelarnya tidak dilakukan ketika banyak kepala daerah di Riau yang pernah menerima gelar adat dari LAM, namun tertangkap kasus korupsi. Jika langkah Syarwan tersebut untuk menjaga marwah kelembagaan LAM, maka saat banyak pejabat Riau yang tertangkap kasus korupsi, Syarwan semestinya melakukannya sebagai otokritik bagi LAM.

Raya menegaskan, posisi politik Syarwan Hamid jelas berada pada gerbong koalisi Prabowo-Sandi. Sehingga, setiap tindakan dan aksi-aksi politik Syarwan tak bisa dilepaskan dari keberadaannya sebagai kepentingan politik kubu Prabowo-Sandi.

"Kan di berita-berita kita lihat juga. Pak Syarwan itu berkomunikasi intensif dengan kelompok Prabowo-Sandi. Jadi, sudah jelas dong orientasi tindakannya, pasti ada hubungan dengan kepentingan capres-cawapres jagoannya itu," pungkas Raya. ***