PEKANBARU - Saksi sidang lanjutan perkara dugaan korupsi mantan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin pada proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis, Kamis (2/7/2020) menyebutkan mantan anggota DPRD Bengkalis, Indra Gunawan Eet, terima uang satu plastik hitam.

Pantauan GoRiau, sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi, dilaksanakan secara online. Dimana Majelis Hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina berada di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tony Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi berada di Kantor Merah Putih KPK di Jakarta. Sedangkan Amril didampingi penasehat hukum berada di Rutan KPK.

Dalam sidang pemeriksaan saksi kali ini, ada dua saksi bernama Abdurahman Atan, mantan anggota DPRD Bengkalis, Firza Fudhoil, mantan anggota DPRD Bengkalis yang hadir di di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, sedangkan satu saksi lainnya, Jamal Abdillah mantan ketua DPRD Bengkalis berada di Lapas Kelas II A Pekanbaru. Ketiganya merupakan mantan anggota DPRD Bengkalis pada tahun 2009-2014, saat perkara itu terjadi.

Saat ditanyai oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, dan Tim Penasehat Hukum Amril Mukminin, saksi yang bernama Firza Fudhoil mengatakan kalau penganggaran proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis, tidak dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD Bengkalis.

"Ini tidak pernah dibahas, kalau masuk barang itu. Kalau nggak salah di Banggar (Badan Anggaran) langsung dibahas. Seharusnya dibahas di komisi dulu, baru di banggar, pada tahun 2012. Waktu itu terdakwa di komisi 1 membidangi pemerintahan bukan membidangi proyek yang di Pakning," ujar Firza dihadapan seluruh peserta sidang.

Kemudian Firza mengakui, kalau dirinya pada saat itu ada menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Jamal Abdillah mantan ketua DPRD Bengkalis. Ia mengaku uang tersebut diterima untuk uang ketok palu pengesahan APBD, yang juga didalamnya terdapat anggaran untuk proyek jalan Jalan Duri-Sei Pakning.

"Terima dari Jamal Rp 50 juta, untuk uang ketuk palu katanya, untuk semuanya anggaran, termasuk proyek jalan duri Pakning. Saya tidak tahu darimana asal uang itu, ya karena uang saya terima saja, namanya dikasih," ujar Firza.

Bahkan Firza membeberkan, selain dirinya ada dua orang lain yang menerima uang ketuk palu. Diantaranya Indra Gunawan Eet dan Amril Mukminin. Dimana saat itu Eet juga sebagai anggota Banggar.

"Ada tiga plastik uang saya terima dari Jamal. Pesan dari ketua untuk uang ketuk palu APBD tahun 2012. Satu sama saya dua lah lagi Amril, dengan Indra Gunawan. Waktu itu dia sebagai anggota. Terima dari saya. Dalam plastik hitam di Hotel Furaya. Jumlah yang mereka terima saya tidak tau, tapi besar plastik hitamnya sama dengan yang saya terima," ungkap Firza.

Lalu setelah saksi Firza menyampaikan kesaksiannya, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa Amril Mukminin, apakah ada keberatan dengan pernyataan saksi. Amril mengatakan tidak keberatan dengan kesaksian itu, "tidak ada keberatan," singkat Amril.

Lalu sidang diskors sementara untuk makan siang, dan akan dilanjutkan sekitar pukul 14.00 WIB, untuk mendengarkan kesaksian dua saksi lainnya.

Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU, sudah dilaksanakan secara video conference, dipimpin majelis hakim yang diketuai, Lilin Herlina di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Amril Mukminin didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit. Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer. Masing-masing dari Jonny Tjoa sebesar Rp12,7 miliar lebih dan Adyanto sebesar Rp10,9 miliar lebih.

Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer. Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU Tonny Frengky, dibeberkan, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.

Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.

Pada tahun 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni. Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu.

Tidak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima uang dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.

Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri terdakwa) di rumah kediaman terdakwa. Sehingga uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja. Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. ***