PEKANBARU - Tiga dokter berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Provinsi Riau dituntut dengan hukuman berbeda oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rabu (10/4/2019) malam.

JPU menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan Alkes yang merugikan negara Rp420.205.222.

"Terdakwa terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP," kata JPU, Lusi.

JPU menuntut dr Kuswan Ambar Pamungkas dengan penjara selama 1 tahun 8 bulan, drg Masrial dihukum 2 tahun penjara dan dr Welly Zulfikar dihukum 2 tahun 6 bulan penjara.

"Hukuman dipotong masa tahanan sementara yang telah dijalankan terdakwa," kata JPU di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Saut Martua Pasaribu.

JPU juga menuntut ketiga dokter tersebut membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta atau subsider 6 bulan penjara. Hanya saja, drg Masrial dan dr Welly Zulfikar dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara.

Terdakwa Masrial dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp131.717.330 dan dr Welly Zulfikar sebesar Rp213.181.975.

"Satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa disita untuk mengganti kerugian negara. Kalau tidak ada harta dapat diganti kurungan penjara bagi drg Masrial selama 1 tahun dan dr Welly Zulfikar selama 1 tahun 3 bulan," tutur JPU.

Dalam persidangan ini, JPU juga menuntut Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR), Yuni Efrianti SKp dan staf CV PMR dengan penjara masing-masing selama 1 tahun 8 bulan dan denda ebesar Rp50 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Yuni Efrianti dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp66.709. 841 juta.

"Uang itu sudah dikembalikan Yuni dan dihitung sebagai pengembalian kerugian negara," ucap JPU.

Atas tuntutan itu, terdakwa menyatakan mengajukan pembelaan atau pledoi. "Pembacaan pledoi diagendakan pada tanggal 15 pekan depan," kata hakim ketua, Saut.

Perbuatan itu terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di staf fungsional RSUD Arifin Achmad.

Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktur CV PMR, Yuni Efrianti selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.

Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianti melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.

Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.

CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.

Selama medio 2013 dan 2013, Direktur CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.

Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841, dr Welli Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303. ***