PEKANBARU - Selain mantan anggota DPRD Bengkalis, Indra Gunawan Eet, mantan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, juga menerima uang ketuk palu APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2013, sebesar Rp 100 juta. Alasannya karena telah banyak membantu Jamal Abdillah mantan ketua DPRD Bengkalis, pada saat penganggaran dugaan korupsi proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.

Pantauan GoRiau, sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi, dilaksanakan secara online. Dimana Majelis Hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina berada di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tony Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi berada di Kantor Merah Putih KPK di Jakarta. Sedangkan Amril didampingi penasehat hukum berada di Rutan KPK.

Dalam sidang pemeriksaan saksi kali ini, ada dua saksi bernama Abdurahman Atan, mantan anggota DPRD Bengkalis, Firza Fudhoil, mantan anggota DPRD Bengkalis yang hadir di di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, sedangkan satu saksi lainnya, Jamal Abdillah mantan ketua DPRD Bengkalis berada di Lapas Kelas II A Pekanbaru. Ketiganya merupakan mantan anggota DPRD Bengkalis pada tahun 2009-2014, saat perkara itu terjadi.

Sebelum pemeriksaan Abdulrahman Atan, dan Jamal Abdillah, saksi Firza Fudhoil mengaku telah menerima uang ketuk palu dari Atan Jamal sebesar Rp 50 juta. Selain dirinya, Amril Mukminin dan Indra Gunawan Eet, juga diberikan uang yang tidak diketahui oleh Firza jumlahnya, sebab yang tersebut diserahkan didalam satu kantong plastik hitam.

Kemudian saat pemeriksaan saksi Abdulrahman Atan, ia mengaku juga menerima uang ketuk palu pengesahan APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2013. Sebesar Rp 50 juta dari Jamal Abdillah.

"Terkait ketuk palu pengesahan APBD saya menerima uang lebih kurang 50 juta, sekitar tahun 2012 atau 2013. Dari Syahrul temannya Pak Jamal ketua DPRD. Dibilang ini dari ketua, itu aja dibilang beliau datang ke rumah saya, saya juga tidak menanyakan uang itu darimana," kata Atan dihadapan peserta sidang, Kamis (2/7/2020).

Saat ditanyai terkait ketuk palu itu terkait anggaran untuk 6 proyek di Kabupaten Bengkalis, yang salah satunya adalah Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis, Atan mengatakan tidak mengetahui terkait hal itu, apakah berkaitan dengan uang yang telah ia terima.

"Setau kami saya terima uang ketuk palu itu tidak terkait perkara ini, saya tidak tau apakah terkait ini. Saya tidak tau ini dibahas di komisi dua," lanjutnya.

Kemudian Atan juga mengakui, menerima uang ketuk palu sejak tahun 2005 menerima Rp 50 juta, 2006 Rp 50 juta, 2007 Rp 30 juta, 2008 Rp 30 juta , 2009 Rp 30 juta, 2010 Rp 50 juta, 2013 Rp 20 juta, semua terkait ketuk palu pengesahan APBD di Kabupaten Bengkalis.

"Iya betul saya terimaan uang itu sudah saya kembalikan sebagian bulan April 2019 ke kas KPK. Saya kembalikan 200 juta, karena menurut saya itu salah maka saya kembalikan," ujar Atan.

Terpisah Jamal Abdillah saat dimintai keterangannya, juga mengakui ada memberikan uang kepada seluruh ketua fraksi, dan anggota DPRD Bengkalis, karena telah menjadi tradisi di DPRD Bengkalis ada memberikan uang ketuk palu.

"Uang ketuk palu bagian terpisah, di DPRD Bengkalis adalah tradisi seperti uang sagu ati. Dana sebesar 2 milyar itu yang saya distribusikan ke kawan-kawan. Untuk semua anggota. Masing-masing pimpinan Rp 100 juta, lalu masing-masing anggota ada yang langsung diberikan ketua fraksi, ada yang mengambil secara pribadi, ada yang diantar secara pribadi, semua anggota DPRD seingat saya kebagian, rata-rata Rp 30 juta sampai Rp 50 juta," ungkap Jamal.

Namun Jamal mengatakan uang tersebut tidak berkaitan dengan proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis. Dan Amril sebagai anggota DPRD diberikan uang Rp 100 juta karena telah banyak membantu Jamal.

"Amril minta jatah lebih dari anggota yang lain karena telah membantu mensukseskan menjadi ketua DPRD, ga ada kaitannya dengan penganggaran proyek," kata Jamal.

Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU, sudah dilaksanakan secara video conference, dipimpin majelis hakim yang diketuai, Lilin Herlina di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Amril Mukminin didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit. Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer. Masing-masing dari Jonny Tjoa sebesar Rp12,7 miliar lebih dan Adyanto sebesar Rp10,9 miliar lebih.

Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer. Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU Tonny Frengky, dibeberkan, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.

Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.

Pada tahun 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni. Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu.

Tidakak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima uang dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.

Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri terdakwa) di rumah kediaman terdakwa. Sehingga uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja. Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.***