JAKARTA - Anggota DPD RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau, Edwin Pratama Putra dengan tegas menolak rencana pemerintah untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sekolah atau jasa pendidikan dan sembako. Senator muda itu juga meminta pemerintah mencari formula lain untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.

Demikian diungkapkan Edwin, menanggapi rencana Pemerintah Republik Indonesia yang akan menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap produk sembako dan jasa pendidikan. Dimana gagasan ini pun sudah tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). "Kami sebagai perwakilan dari daerah tegas menolak rencana itu," tegas Edwin kepada GoNews.co, Sabtu (12/6/21).

Lantas apakah strategi memungut pajak menjadi solusi jitu mendongkrak perekonomian negara?. Pertanyaan ini timbul dan terus menggelinding. Bila ditarik secara hirarkinya menurut Dia, memang pada dasarnya pemungutan pajak merupakan hal yang wajar untuk dilakukan dan asalkan tidak melanggar ketentuan yang ada.

"Akan tetapi menjadi tidak wajar ketika pemungutan pajak tidak sesuai dengan marwah tujuan negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa pemajakan atas objek-objek itu mesti memperhitungkan aspek keadilan dan penerapannya juga sebaiknya menunggu ekonomi kita pulih," katanya.

Ia menambahkan, seharusnya fokus utama pemerintah saat ini adalah bagaimana cara memulihkan perekonomian terutama bagi pedagang, pelaku usaha mikro-makro, buruh maupun swasta serta rakyat kecil lainnya dimasa pandemi ini. Jika dengan memungut pajak produk sembako, yang perputaran utamanya dimulai dari petani sampai ke pedagang kata Dia, tentu berimbas pada nilai jual produk tersebut bagi masyarakat luas tentu bisa kian menambah beban rumah tangga.

Samahalnya juga untuk jasa pendidikan bisa berdampak terhadap kemampuan masyarakat jika kelak dipungut pajak. Para orang tua jelas mesti menambah biaya ekstra untuk pendidikan anaknya yang masih banyak melalui pembelajaran jarak jauh.

Kedua unsur yang akan di pungut bayaran oleh pemerintah itu adalah hal kebutuhan utama bagi masyarakat. Jelas saja mau tidak mau beban hidup harus bertambah ditengah pandemi Covid-19. "Sekali lagi saya menolak terhadap wacana ini. Karena kondisi perekonomian masyarakat belum pulih. Jadi jangan malah menambah beban dengan pemungutan pajak, apalagi sektor sembako dan pendidikan," tegasnya.

RUU KUP yang dimaksud yakni rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Adapun jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga bimbel.

Selain jasa pendidikan, jasa tenaga kerja dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri bakal dikenai PPN. Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.

Dalam draf RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus 11 jenis jasa layanan yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN.

Berikut rincian 11 jenis jasa layanan yang akan dikenakan PPN:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi.
6. Jasa pendidikan
7. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
8. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
9. Jasa tenaga kerja
10. Jasa telepon umum dengan menggunakan logam
11. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Sementra PPN untuk Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang sebelumnya tidak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.***