JAKARTA - Anggota Fraksi PKB DPR RI, Abdul Kadir Karding, mengungkapkan pandangannya soal komposisi kabinet Jokowi jilid II yang belakangan santer untuk diisi oleh orang-orang muda.

Dalam diskusi Dialektika Demokrasi yang bertajuk 'Menteri Muda, Rekonsiliasi atau Balas Budi?' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (01/08/2019) itu, Karding mengatakan, "(soal menteri, red) saya pengennya adalah orang yang satu, muda, dan kedua, eksekutorial,".

"Jadi dia bisa mengeksekusi semua langkah, nggak terlalu banyak program, nggak terlalu banyak rencana tapi tidak bisa dilaksanakan," kata Karding.

Menurutnya, percuma seorang menteri memiliki banyak kegiatan dan perencanaan, misalnya dengan Bappenas, kemudian dirapatkan juga bersama DPR RI, "tapi tidak terserap dengan baik dan tidak fokus. Ukurannya juga tidak jelas,".

Tapi, standar 'muda' yang diterapkan juga tentu tidak bisa sembarangan. Pemuda/pemudi yang menjadi menteri, mestilah orang-orang yang memiliki kompetensi sesuai, bisa bekerja, bisa melakukan eksekusi, dan mampu memenuhi serta menggerakkan seluruh program.

Dalam diskusi yang turur dihadiri rekan satu koalisinya, Misbakhun (Golkar) itu, Karding berujar, "kalau menurut undang-undang pemuda, muda itu yang boleh nyalon KNPI itu, masih umur 40 tahun, itu muda. Dan berarti saya dan bapak Misbakhun sudah tidak masuk kategori umur,".

Sementara itu, menurut Misbakhun, pengertian muda bukanlah soal umur. Misbakhun menilik pada sejarah Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V era Presiden Soeharto.

"Bapak Murdiono, sebelum menjadi menteri Sekertaris Negara, beliau menjadi Menteri Muda Sekretaris Kabinet. Bapak Saadillah Mursyid, sebelum menjadi Menteri Sekretaris Negara, menjadi Menteri Muda Sekretaris Kabinet. Ada (juga, red) Menteri Keuangan di zaman itu, Nasrudi Soeminta Pura, Menteri Muda Pertanian dan sebagainya," kata Misbkhun.

Jadi, menurut Misbakhun, pengertian menteri muda bukanlah soal usia melainkan soal proses seseorang untuk masuk ke dalam struktur kabinet.

Undang-Undang nomor 39 tahun 2008, adalah dasar hukum seseorang untuk masuk ke struktur kabinet itu. Jika zaman Orde Baru, menteri-menteri itu masuk dengan sebutan menteri muda, maka era kini seseorang bisa masuk jajaran kabinet dengan menjadi wakil menteri.

"Wakil menteri ini kalau di UU No. 39 bahwa (ketika, red) dipandang perlu oleh presiden maka presiden bisa memasukkan wakil menteri. Dan sejarahnya, bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) pernah melakukan itu," kata Misbakhun.

Seperti diketahui, Golkar dan PKB sama-sama partai pengusung Jokowi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. PKB memiliki basis suara umat muslim terbesar, khususnya kalangan Nahdlatul Ulama (NU), sementara Golkar sebagai partai nasionalis masih menjadi partai senior dengan perolehan suara 3 besar di Pemilu Serentak 2019.***