PEKANBARU - APBD Perubahan Provinsi Riau dipastikan akan mengalami penurunan dari total 10,2 Triliun menjadi 8,7 Triliun atau sekitar 1,47 Triliun dikarenakan beberapa hal diantaranya Dana Bagi Hasil (DBH), deviden BUMD, dan pendapatan lainnya.

Ketua Komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi, mengatakan memang Covid-19 menjadi alasan bagi Pemprov terkait adanya penurunan pendapatan ini, namun bagi Husaimi penurunan ini tak sepenuhnya karena Covid-19.

Dicontohkan Husaimi, terjadi penurunan deviden di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terutama Bank Riau Kepri (BRK). Dimana, deviden yang diberikan pada Pemprov jauh menurun. Husaimi melihat ini dikarenakan ketidakseriusan Pemprov dalam mengelola BUMD.

"BUMD ini memang kinerjanya tak bagus, manajemennya tak bagus. Perlu evaluasi total. Tapi saya ragu sama keseriusan pemerintah," kata Politisi PPP ini kepada GoRiau.com, Jumat (25/9/2020).

Keraguan Husaimi ini didasari atas fakta bahwa pemerintah sendiri enggan mendepositokan uangnya ke BRK, malah pemerintah lebih memilih mendepositokan uangnya ke bank lain. 

Apalagi, saat ini Komisaris Utama (Komut) BRK dipegang oleh Sekdaprov Riau, Yan Prana Jaya.

Terkait pajak restribusi seperti penyewaan gedung, Husaimi sepakat jika penurunan terjadi karena adanya Covid-19. Pasalnya, selama masa Covid-19 masyarakat tidak diperbolehkan membuat kerumunan seperti pesta dan pagelaran lainnya. 

Untuk solusi kedepannya, Husaimi meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk lebih agresif lagi dalam mencari sumber pendapatan lain. Bahkan, DPRD Riau sudah menambah anggaran perjalanan dinas Bapenda.

"Kita sudah naikkan uang perjalanan dinas mereka (Bapenda). Untuk mengejar pendapatan ke daerah-daerah itu kan butuh biaya. Jadi kami tambah, dan mereka janji akan menambah pendapatan. Tak tega juga kita di satu sisi kita suruh mereka kerja. Satu sisi mereka tak ada anggaran untuk perjalanan ke daerah," tutupnya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution saat rapat paripurna di DPRD Riau menjelaskan penurunan dikarenakan berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rp 3,99 T menjadi Rp 3,31 T. Atau menurun sekitar Rp 673 M (16,87 persen). Dana Bagi Hasil (DBH) yang semula Rp. 6,2 T juga turun menjadi Rp. 5,39 T (12,98 persen).

 Selanjutnya lain-lain pendapatan yang sah juga berkurang, semula Rp. 24,7 M  menjadi Rp 23, 49 M atau turun Rp 1,24 M (14,48 persen). ***