BANGKINANG - Anggota DPRD Kabupaten Kampar dari komisi IV menerima pengaduan puluhan kontraktor terkait penolakan sejumlah hal dalam proses tender dan penunjukan langsung pelaksanaan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar, Senin (9/3/2020). Rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Kampar ini digelar di ruangan Banggar DPRD Kabupaten Kampar.

Hearing ini juga dihadiri Ketua DPRD Kampar Muhammad Faisal, Ketua Komisi IV Agus Candra, Sekretaris Komisi IV Muhammad Zainuri dan sejumlah anggota Komisi IV diantaranya Jasnita Tarmizi, Haswinda, Anasril dan Diski.

Sementara itu kontraktor terlihat hadir ketua Badan Pimpinan Cabang (BPC) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Kampar Muhammad Ikhsan didampingi Sekretaris Syamzu Azinar. Dan juru bicara kontraktor ini diwakili oleh Taufik Syarkawi.

Suasana hearing berjalan cukup panas sebab sejumlah kontraktor menyampaikan uneg-unegnya di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kampar. Salah satu yang paling heboh dibahas adalah mengenai isu suap menyuap untuk mendapatkan proyek di organisasi perangkat daerah (OPD) Kabupaten Kampar.

Juru bicara kontraktor Taufik Syarkawi di hadapan pimpinan DPRD Kampar dan Komisi IV menyampaikan, menyikapi perkembangan dunia usaha kontruksi di Kabupaten Kampar, yang salah satu tujuannya adalah untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat serta pembinaan terhadap para pengusaha lokal, maka para kontraktor menyampaikan empat hal yaitu menolak budaya suap, menolak praktik kolusi dan nepotisme, menolak persyaratan dokumen lelang yang sangat memberatkan dan menolak penggunaan beton ready mix pada pekerjaan kecil.

Berkaitan penolakan terhadap budaya suap, Taufik menjelaskan, pengusaha lokal yang bergerak di bidang jasa kontruksi dan jasa lainnya merasakan adanya indikasi suap dalam mendapatkan proyek atau tender pada proyek APBD.

Menurut Taufik, banyak pengusaha merasa dikalahkan akibat praktik suap. Para pengusaha minta DPRD Kampar mengambil langkah pencegahan dan penertiban terutama terhadap oknum kepala dinas, kelompok kerja (pokja) dan ULP dan oknum lainnya yang berwenang dalam proses tender proyek.

"Suap sangat kuat tercium tapi dibuktikan belum bisa. Ini terjadi dan sangat kuat terjadi," beber Taufik.

Berkaitan dugaan praktik KKN, Taufik menjelaskan, tidak netralnya Pokja ULP dalam proses tender terjadi karena beberapa hal diantaranya sistem ijon, rekanan menyetorkan uang sebagai pelicin sebelum tender berlangsung, faktor kedekatan dengan berbagai stakeholder dan faktor kerabat.

Kemudian ia menyebutkan, diantara persyaratan dokumen lelang yang sangat memberatkan adalah sertifikasi BPJS ketenagakerjaan. Selain itu, sertifikat keahlian (SKT dan SKA) terlalu banyak dan mengada-ada.

Rekanan lainnya Eka Sumahamid Persoalan suap dalam proses tender proyek juga disampaikan secara lantang oleh rekanan lainnya Eka Sumahamid. Bahkan dengan berani tokoh muda Kampar itu menyatakan sudah ada buktinya. "Semua sudah merasakan. Buktinya ada. Nama nama paketnya ada," tegas Eka.

Ia minta DPRD memperjuangkan hak kontraktor agar praktik penyuapan untuk mendapatkan proyek tidak ada lagi.

"Kami ini sebenarnya perilaku suap semuanya. Dan hari ini kami ingin berubah karena kenapa karena negeri kami ini butuh pertolongan. Jika praktek suap masih terjadi maka kualitas pekerjaan tak memadai," beber Eka.

Menurut Eka, bila melihat jumlah paket proyek, maka seluruh perusahaan bisa mendapat bagian pekerjaan proyek. "Ada 220 paket lebih paket tender.

Ada 300 PL (pekerjaan langsung, red). Kalau dilihat jumlah perusahaan, masing-masing perusahaaan bisa dapat dua (proyek). Kalau dapat yang PL untuk kawan-kawan yang tak menang," katanya.

Eka juga bicara masalah persyaratan ready mix. Menurutnya, Kabupaten Kampar tidak layak disamakan dengan Pekanbaru dan Siak. Sebab di daerah tersebut kualitas batu maupun pasirnya tidak sama. Ia berpendapat persyaratan tersebut tidak berpihak kepada rakyat karena akan mematikan masyarakat yang kehidupannya bersumber dari mencari batu, kerikil dan pasir.

Pernyataan yang tak kalah pedasnya disampaikan Herijon. Ia mengungkapkan soal seringnya OPD menyebutkan bahwa banyak pokir anggota dewan di OPD-OPD Pemkab Kampar setiap kali ditanya proyek di OPD tersebut.

Ia minta OPD berbagi dan jangan semuanya menjadi Pokir. "Kalau untuk tim wajar. Tapi jangan semua. Kami mau makan juga," sebut pria yang akrab disapa Jiba itu. ***