PEKANBARU - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru memerintahkan penyegelan (penutupan sementara) 66 sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud, Kabupaten Siak. Putusan PTUN Pekanbaru itu dibacakan pada 9 Januari 2023 lalu.

Dikutip dari Liputan6.com Ahad (22/1/2023), Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Genman S Hasibuan mengatakan, pihaknya melakukan banding terhadap putusan majelis hakim PTUN Pekanbaru terkait penutupan sementara 66 sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud tersebut.

"Kami menyatakan banding, memori banding akan disiapkan," kata Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan kepada Liputan6.com.

Sebanyak 66 sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud itu sebelumnya dikelola dengan mekanisme badan operasional bersama antara PT Pertamina Hulu dan PT Bumi Siak Pusako (BSP). Kini, sumur yang termasuk di Blok Coastal Plain Pekanbaru itu dikelola penuh oleh PT BSP.

Dalam perkara gugatan yang diajukan organisasi lingkungan itu BBKSDA Riau merupakan tergugat I. Selanjutnya sebagai tergugat II adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta tergugat III adalah PT BSP. 

Dalam putusannya, PTUN Pekanbaru menilai pengeboran di sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud merupakan perbuatan bertentangan dengan hukum. Hakim menyatakan tidak boleh ada aktivitas di wilayah konservasi yang dapat mengganggu satwa dan tumbuhan yang dilindungi.

Menurut Genman, majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan eksepsi yang disampaikan para tergugat. Terkhususnya dalam tindakan faktual dan histori keberadaan sumur minyak di lokasi. 

"Kami berkeyakinan (jika eksepsi dipertimbangkan) serta tindakan faktual yang sudah kami jelaskan, akan beda putusannya," jelas Genman. 

Secara aturan, tegas Genman, keberadaan dan aktivitas pengeboran sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud diperbolehkan. Apalagi melihat sejarah keberadaan sumur di lokasi. 

"Sumur itu ada sebelum Taman Nasional Zamrud ditetapkan (sebagai kawasan konservasi)," kata Genman.

Genman menerangkan, keberadaan 66 sumur minyak tersebut merupakan proses hukum sebelum penetapan kawasan Taman Nasional Zamrud. Sementara penetapan merupakan kebijakan yang datang belakangan. 

"Artinya, proses hukum terdahulu jangan dieliminir, tidak begitu aturan hukum kita, karena (sumur) diakomodir dalam bentuk kerja sama," jelas Genman. 

Genman menyatakan, perusahaan di Taman Nasional Zamrud ada legalitas operasional pengeboran minyak dalam kawasan. 

"Bukan soal perizinan, karena legalitas dikeluarkan berdasarkan histori," ucap Genman.

Lindungi Satwa dan Tumbuhan

Diketahui, Taman Nasional Zamrud merupakan habitat harimau sumatra. Pengeboran disebut menyebabkan tumpahan minyak sehingga terjadi deforestasi atau kerusakan hutan sehingga berpotensi mengganggu habitat harimau serta satwa ataupun tumbuhan yang dilindungi negara. 

Perintah penutupan sementara, penyegelan hingga pemasangan plank dari PTUN Pekanbaru ini berlangsung hingga ada pedoman pengeboran dan pemanfaatan sumur minyak bumi serta gas oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). 

Putusan yang dibacakan pada 9 Januari 2023 itu tidak memberikan perintah untuk membongkar 66 sumur minyak tersebut. Hakim memerintahkan melakukan pengelolaan lingkungan hidup ketat agar sumur minyak di kawasan taman nasional itu dikelola lebih baik. 

"Dengan demikian (sumur minyak dan gas bumi) tidak mengganggu satwa dan tumbuhan di kawasan konservasi," jelas Humas PTUN Pekanbaru Erick Sihombing. 

Belum Ada Aturan Khusus

Erick menyebutkan, sumur-sumur itu untuk sementara tidak bisa dimanfaatkan oleh tergugat berdasarkan putusan PTUN. Pasalnya ada perintah penyegelan. 

"Sampai mereka (para tergugat) melakukan pengelolaan lingkungan hidup atau sepanjang tidak dikelola dengan baik lingkungan hidupnya ya ditutup dulu," tegas Erick. 

Erick menjelaskan, pengeboran atau pemanfaatan sumur minyak dan gas di kawasan konservasi sangat berbeda dengan kawasan umum. Baik secara analis dampak lingkungan atau pengelolaan ramah lingkungan. 

Apalagi hingga kini, lanjut Erick, belum ada aturan yang khusus mengatur pengeboran minyak di kawasan konservasi. Oleh karena itu, ada perintah hakim kepada Menteri LHK sebagai tergugat II membuat pedoman pengeboran di kawasan konservasi. 

Selain itu, berdasarkan putusan PTUN nomor 42/G/TF/2022/PTUN.PBR tersebut, hakim juga memerintahkan para tergugat melakukan penanaman kembali atau reboisasi jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi hutan.***