PEKANBARU, GORIAU.COM - Tindakan tidak terpuji dan bertentangan dengan semangat memberangus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh Bupati Rokan Hulu, Achmad MSi dengan melakukan gratifikasi atau penyogokan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau senilai Rp 140 juta harus ditindaklanjuti oleh kepolisian dan kejaksanaan.

''Kita minta pihak kepolisian dan kejaksaan melanjutkan kasus ini. Kalau bisa sampai ke pengadilan dan putusan. Achmad harus diberi hukuman agar para bupati dan walikota se-Riau jera melakukan tindakan gratifikasi,'' ujar Direktur Badan Advokasi Publik, Rawa El Amady kepada GoRiau.com, Jumat (9/5/2014) malam terkait penyerahan uang Rp 140 juta oleh KPU Riau ke KPK karena dinilai gratifikasi.

''Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan. Masyarakat harus mendesak kepolisian dan kejaksanaan melanjutkan kasus ini,'' ujarnya.

Tindakan gratifikasi yang dilakukan oleh Achmad MSi merupakan contoh yang tidak baik untuk generasi muda yang dilakukan oleh kepala daerah. ''Apa ini yang akan kita contohkan kepada generasi muda kita. Karena itu, kepala daerah yang melakukan gratifikasi harus dihukum berat agar memberikan efek jera,'' ujarnya.

Sementara itu, Bupati Rokan Hulu, Achmad MSi saat dikonfimasi GoRiau.com, Jumat (9/5/2014) melalui selulernya tidak mengangkat, begitu pula saat di-sms juga tidak menjawab.

Seperti diberitakan sebelumnya, sikap dan contoh tidak terpuji seorang pejabat ditunjukkan Bupati Rokan Hulu, Riau, Drs Achmad MSi dengan berupaya ''menyogok'' alias gratifikasi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau dalam seleksi calon anggota KPU Rokan Hulu. Uang Rp 140 juta diserahkan Achmad MSi sambil menitipkan lima nama untuk diloloskan sebagai anggota KPU Rohul.

Pengakuan gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Rohul itu disampaikan Ketua KPU Riau Nurhamin Nahar. Menurut Nurhamin uang sebanyak Rp 140 juta itu diterima dalam dua tahapan. Kini semua diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

''Dana itu diterima dua anggota komisioner KPU Riau, Abdul Hamid dan Ilham pada Februari lalu. Saat itu, KPU Riau akan menjaring 5 anggota untuk KPUD Rohul. Penyeleksian ini berlangsung di kota Pasir Pangaraian ibukota Rohul,'' ujar Nurhamin.

Nurhamin menceritakan usai seleksi anggota komisioner Rohul dari 10 calon menjadi 5, bupati menitipkan 2 map. Setelah sampai di sekretarit KPU Riau, satu map dibuka.

''Setelah dibuka oleh anggota komisioner yang menerima, diketahui di dalamnya ada uang kontan senilai Rp 20 juta. Di samping itu ada secarik kertas ada catatan 5 nama orang untuk diloloskan menjadi anggota KPU Rohul,'' kata Nurhamin.

Dari 5 nama calon komisioner KPUD Rohul yang diajukan bupati, memang ada 2 yang lolos. ''Itu bukan karena ada titipan, tapi memang orangnya berkualitas dan memang lolos murni dalam seleksi tim kita,'' kata Nurhamin.

Pemberian dana kedua diberikan kepada KPUD Rohul menjelang penetapan hasil rekapitulisi. Uang ditaruh di tas. Anggota komisioner tak berani membuka. ''Lantas tas itu dibawa ke Pekanbaru. Setelah dibuka, isinya uang Rp 100 juta,'' kata Nurhamin

Komisioner KPU sempat bingung dengan pemberian dana itu. Jika dikembalikan, ada kemungkinan tak bisa mendapatkan tanda terima. Karena itu, KPU berinisiatif melaporkan ke KPK. ''Makanya lebih baik kita serahkan ke KPK di Jakarta agar ada tanda bukti penyerahan uang tersebut,'' kata Nurhamin.

''Ketika tim KPK turun ke Pekanbaru, sekalian saya sarankan anggota KPUD Rohul yang membawa dana gratifikasi tadi untuk menyerahkan sekalian ke KPK. Tanda bukti penyerahan uang tersebut ada dengan KPU Rohul,'' kata Nurhamin.

''Bagaimana perkembangan selanjutnya, itu tidak kewenangan kami lagi. Karena proses hukumnya menjadi kewenangan KPK," kata Nurhamin.

Untuk sekedar diketahui, istri Achmad maju sebagai caleg dari Partai Demokrat. Dan hasil penghitungan suara, istrinya terpilih sebagai anggota DPRD Riau. Bupati Rohul sendiri juga menjabat sebagai Ketua DPD Demokrat Riau.

Ketika dikonfirmasi ke HP-nya, Achmad tidak bersedia menerima walau HP-nya aktif. Begitu juga ketika di-SMS, ia tidak menjawab. ***