PEKANBARU - Pilkada Kuantan Singingi hampir menunjukan ujungnya, dimana saat ini hampir semua partai sudah menyerahkan dukungan pada Pasangan Balon. Hasilnya, terciptalah tiga pasangan di Pilkada kali ini.

Ketiganya adalah Andi Putra - Suhardiman Amby, Mursini - Indra Putra, dan Halim - Komperensi.

Andi Putra - Suhardiman Amby dipastikan akan berlayar menggunakan perahu empat partai, Hanura (1 kursi), PKS (2 kursi), Golkar (6 kursi), dan Demokrat (4 kursi).

Kemudian Bupati Kuansing Petahana Mursini akan didampingi Indra Putra di Pilkada nanti. Keduanya sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) dua partai, yakni PPP (4 kursi) dan Nasdem (4 kursi).

Terakhir, Wakil Bupati Kuansing Halim akan maju sebagai Calon Bupati di Pilkada nanti dan menggandeng Ketua DPD PAN Kuansing, Komperensi. Pasangan ini sudah mendapatkan SK dari partai PAN (4 kursi) dan PDIP (3 kursi).

Artinya, hanya tersisa dua partai yang belum menyerahkan dukungan, yakni Gerindra (4 kursi) dan PKB (3 kursi). Jika dua partai ini sepakat berkoalisi, maka ada peluang menciptakan Paslon baru.

Yang menarik dalam peta tersebut, Paslon yang ada sekarang merupakan peserta di Pilkada Kuansing 2015 lalu, namun yang dulunya lawan sekarang berubah menjadi kawan.

Sebut saja, antara Mursini dan Indra Putra yang pada periode lalu menjadi lawan politik, dimana dalam Pilkada 2015 Mursini berpasangan dengan Halim, sementara Indra Putra berpasangan dengan Komperensi.

Namun hari ini, Halim malah berpasangan dengan Komperensi.

Selain fenomena pasangan yang tertukar ini, juga ada fenomena lain yakni majunya Ketua DPRD Kuansing, Andi Putra yang merupakan pewaris trah Mantan Bupati dua periode, Sukarmis.

Andi Putra sendiri merupakan sepupu dari Indra Putra yang juga maju di Pilkada Kuansing.

Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Riau, Tito Handoko mengatakan, fenomena ini menunjukkan bahwa kaderisasi di Kabupaten Kuansing 'mandek', dan rotasi elite politik lambat. Akibatnya, pasangan yang maju masih berputar di lingkaran itu saja.

"Fenomena ini juga menunjukkan pengaruh orang kuat local strong man di Kuansing yang mengerucut pada beberapa figur aja," ujar Dosen Ilmu Pemerintahan Univeristas Riau ini kepada GoRiau.com, Minggu (2/8/2020).

Akibat kuatnya pengaruh local strong man tadi, riak-riak pada tataran middle class (kelas menengah) dan grassroot (akar rumput) tidak mempengaruhi elite lokal dalam mengambil tindakan politik untuk kepentingannya.

"Fenomena itu juga mengingatkan kita pada hukum besi oligarki yang menyebut tumbangnya satu rezim oligarki akan melahirkan oligarki baru," tambahnya.

Terkait potensi munculnya poros baru, Tito menilai tidak akan terlalu mempengaruhi pertarungan antar elite lokal. Karena, poros baru perlu lebih banyak resources untuk dimobilisasi guna mengimbangi poros politik yang sudah ada.

"Misalnya soal jejaring sosial, cost politik hingga konsolidisasi organisasi yang mendukungnya dan itu agak susah jika baru memulai pada periode September atau saat mendaftar," tutupnya. ***