PEMILIHAN Umum (Pemilu) masih lama, dua setengah tahun lagi, yaitu 2024. Tapi alunan lagu 'Pilihlah Aku' sudah mulai terdengar. Pilihlah Aku adalah judul sebuah lagu yang populer dan dilantunkan oleh penyanyi populer Krisdayanti. Lirik lagunya mengingatkan kawula muda agar jangan salah pilih, akulah yang cocok untuk dipilih sebagai pendampingmu, karena akulah segala-galanya

Yang kita tangkap di sini adalah bahwa untuk untuk mewujudkan keinginan, diperlukan usaha agar orang tertarik dengan kita. Demikian Pilihlah Aku dalam konteks hiburan dan bagaimana jika Pilihlah Aku beralih kepada konteks politik.

Walaupun Pemilu masih lama, yaitu tahun 2024, tapi nyanyian Pilihlah Aku sudah mulai terdengar. Ada bernada rap, ada dangdut, ada pop ada jazz, yang jelas liriknya sama yaitu agar dipilih kelak. Dalam konteks Pemilu para calon politisi yang masih berpredikat ''balon'' mulai sibuk memperkenalkan diri dengan segala cara masing-masing dengan satu tujuan agar dipilih nanti.

Pilihlah Aku menjadi viral dan kasetnya meledak, di mana-mana terdengar. Pertanyaan klasik muncul, bagaimana ongkos atau biaya politik yang konon menurut para ahli dan yang pernah mengalami ditambah pula pernyataan Mendagri menyebutkan biaya untuk Pilkada tingkat kabupaten dan kota sekitar Rp4 miliar sampai Rp5 miliar. Untuk provinsi Rp5 miliar sampai Rp7 miliar (Pilkada 2019). Sungguh angka yang dahsyat dan spektakuler.

Biaya caleg memang di bawah angka tersebut, caleg kabupaten dan kota sekitar Rp1 miliar sampai Rp2 miliar, caleg provinsi Rp2 miliar sampai Rp3 miliar dan caleg pusat (DPR) Rp3 miliar sampai Rp5 miliar.

Di sinilah menariknya cerita tentang Pilihlah Aku dalam politik, dimana biaya atau ongkos politik ternyata sungguh fantastis. Ternyata para politisi (balon) harus dan telah mempersiapkan diri menghadapi ongkos politik tersebut. Namun di sini pulalah kekhawatiran masyarakat bahwa biaya yang begitu besar tentu tidak terbuang percuma.

Pepatah orang tua tua akan mereka pakai yaitu; Ada ubi ada talas, jariah tantangan buliah, rugi tantangan labo. Semua akan dihitung untung ruginya dan yang akan menanggung akibatnya tentulah rakyat kecil jua.

Ketika kampanye ada kesan bahwa negeri ini betul-betul damai, tenteram dan rasa persaudaraan terasa sekali. Komunikasi antara rakyat kecil dengan pemimpin terkesan akrab, tokoh-tokoh maupun pemimpin bermesraan dengan organisasi-organisasi, terutama organisasi sosial. Organisasi-organisasi masa bak gadis cantik oleh balon-balon, betul-betul terasa indah kehidupan ini.

Akan tetapi, setelah terpilih, barulah terasa sulitnya menagih janji-janji kemarin. Semua hanya pepesan kosong. Rakyat disapa ketika ada kepentingan politik, setelah itu mereka ditinggal, habis manis sepah dibuang, janjikan lantas lupakan.

Begitulah yang namanya rakyat, maksud hati memeluk gunung apa daya gunung meletus. Alunan lagu Pilihlah Aku sudah sayup-sayup dan langsung tak terdengar lagi.

Apa yang kita sebut di atas merupakan cerita sekaligus pengalaman baik para balon, politisi maupun rakyat. Pemilu memang masih jauh, tak salah kiranya dari sekarang kita persiapkan diri menjadi pemilih cerdas dan rasional, jangan salah pilih, jangan terbuai oleh alunan lagu Pilihlah Aku dan katakan tidak terhadap politik uang.

Selamat berdemokrasi.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah Ketua STISIP Persada Bunda 2008-2016 dan Ketua Dewan Penasehat IKMR Riau.