JAKARTA - Tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dinilai telah mengingkari semangat reformasi. Pasalnya, reformasi hadir untuk membatasi masa jabatan para pejabat publik agar terhindar dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Reformasi mengamanahkan jabatan publik paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk satu periode berikutnya," tegas pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, Minggu (22/1/2023).

Oleh karena itu, lanjut Jamiluddin, masa jabatan 6 tahun dan dapat diperpannjang 1 periode sudah menjadi bonus bagi kepala desa. Jadi, tidak ada alasan untuk memperpanjang masa waktu jabatan kepala desa.

"Lagi pula, semakin lama seseorang berkuasa, peluang korupsi semakin besar. Kiranya hal itu yang menjadi pertimbangan para reformis mempersingkat masa jabatan publik," urainya.

Pihaknya meminta DPR untuk tidak mengamini tuntutan kepada desa tersebut. "Jadi, DPR RI dan pemerintah seharusnya tidak mengakomodir tuntutan kepala desa tersebut. Semua pihak harus komit melaksanakan semangat reformasi dengan membatasi masa jabatan publik, termasuk kepala desa," pungkasnya.***