BUKITTINGGI - Pernah menjadi ibukota Pemerintahan Indonesia di era Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tahun 1948-1949 menjadikan Pemerintah Kota Wisata merasa perlu merawat sejarah yang bertalian dengan perjuangan PDRI, salah satunya adalah rumah dinas PDRI yang ada di Parak Kopi.

Saat ini, rumah dinas PDRI yang menjadi pusat perjuangan sejak bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949 setelah setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda itu belum dikelola oleh Pemko sehingga rumah dinas itu belum dikelola sebagaimana mestinya.

Karenanya, Pemko Bukittinggi mengajukan permohonan untuk pengelolaan rumah dinas PDRI menjadi aset Pemko Bukittinggi agar bisa dikelola secara mandiri. Pengajuan pengelolaan aset rumah Dinas PDRI itu diajukan bersamaan dengan permohonan pelepasan dua aset lainnya oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar yakni Kantor Dinas Pertanian di Lambau dan Komplek PDAM di Belakang Balok.

"Surat permohonan untuk hibah ketiga aset tersebut yaitu Rumah Dinas Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Parak Kopi, Kantor Dinas Pertanian di Lambau dan Komplek PDAM di Belakang Balok sudah kita ajukan ke Pemprov Sumbar," kata Sekretaris Kota Bukittinggi, Martias Wanto di Bukittinggi, Senin (3/1/2022).

Ia mengatakan permintaan pengambilalihan ketiga bangunan itu sudah diajukan dan kini tinggal menunggu persetujuan gubernur.

Martias Wanto juga menyampaikan bahwa sebagai kota penuh sejarah, banyak aset yang tidak tercatat atas kepemilikan Pemkot Bukittinggi.

“Kota Bukittinggi pernah menjadi basis Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, pernah juga menjadi Ibu Kota Sumatera Tengah, Ibu Kota Sumbar dan Ibu Kabupaten Agam, karena sejarah itu, ada beberapa aset yang bukan milik Pemkot Bukittinggi, tapi tercatat sebagai aset Pemerintah Pusat dan Pemprov Sumbar,” kata Martias Wanto.

Ia berharap setelah dihibahkan ke Pemkot Bukittinggi, aset-aset itu bisa dioptimalkan pengelolaannya. "Semoga Pak Gubernur mengabulkan permohonan itu dan bisa dimanfaatkan Pemkot Bukittinggi dengan optimal,” pungkas Martias Wanto

Dari ketiga bangunan yang diminta, Rumah Dinas PDRI di Parak Kopi memiliki perhatian khusus karena memiliki nilai sejarah penting bagi negara.

Bangunan ini pernah digunakan Syafruddin Prawiranegara untuk rapat membahas PDRI, rumah tua ini juga pernah berfungsi sebagai Rumah Dinas Gubernur Sumatera Tengah, Mr Teuku Moh Hasan.

Rumah itu sempat tidak terurus dan dibiarkan begitu saja hingga bangunannya banyak yang rusak hingga akhirnya dibersihkan dan dipoles kembali pada 2021 lalu. ***